Logo Bloomberg Technoz

Usai komoditas nikel mengambil porsi Rp46,3 triliun, komoditas tembaga menyusul mengambil porsi senilai Rp22,3 triliun; bauksit Rp14,8 triliun; besi dan baja Rp9,5 triliun, dan timah sebesar Rp1,9 triliun.

Sementara itu, komoditas lainnya seperti logam tanah jarang, pasir silika, emas, perak, hingga kobalt mengambil porsi sebesar Rp1,4 triliun.

Angka realisasi investasi komoditas nikel juga tercatat lebih tinggi dibandingkan realisasi investasi hilirisasi di sektor minyak dan gas (migas), yang tercatat sebesar Rp10,7 triliun.

Meskipun investasi hilirisasi nikel masih tinggi, sejumlah smelter nikel justru mulai menurunkan kapasitas produksinya. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mencatat setidaknya 28 lini produksi smelter nikel telah distop, di mana 25 di antaranya milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali, Sulawesi Tengah.

PT GNI merupakan anak usaha Jiangsu Delong Nickel Industry Co–perusahaan China yang sedang diterpa isu keuangan. APNI melaporkan bahwa PT GNI saat ini hanya menjalankan sebagian lini produksi. Bahkan, APNI memperkirakan operasional GNI nyaris mendekati total shutdown.

“Estimasinya lebih dari 15 lini produksi [GNI] telah dihentikan,” kata Anggota dewan Penasihat APNI Djoko Widajatno kepada Bloomberg Technoz, beberapa waktu lalu.

Terkait dengan hal itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Setia Diarta menyebut GNI masih menunggu keputusan rapat kreditur untuk memperoleh suntikan pendanaan baru. 

Sementara itu, operasional perusahaan disebut telah kembali berjalan dengan manajemen baru yang diduga berasal dari China.

Situasi serupa terjadi di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), yang berlokasi di Morowali. Beberapa lini produksi baja nirkarat dan satu lini cold rolling mill dihentikan sejak Mei 2025.

Nickel and New Energy Research Director Tsingshan, Lynn, sebelumnya memang mengonfirmasi penyetopan sementara—bukan penutupan—lini produksi dilakukan di lini produksi canai dingin atau cold roll pabrik baja nirkaratnya yang beroperasi di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.

Secara umum, lanjutnya, Lynn mengindikasikan produksi dari smelter nikel pirometalurgi di Indonesia masih aman untuk tahun ini. Untuk nickel pig iron (NPI), misalnya, Tsingshan memproyeksikan output atau produksi dari Indonesia mencapai 1,74 juta ton pada 2025.

Dua smelter lain yakni milik PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Sulawesi Tenggara dan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNI) di Maluku Utara juga dilaporkan mengurangi kapasitas produksi. Namun, belum diketahui secara pasti jumlah lini produksi yang dihentikan pada dua smelter itu.

Namun, menurut informasi yang diterima APNI, keduanya diketahui telah mengurangi produksi sebagai respons atas kenaikan biaya produksi dan penurunan permintaan.

“Data jumlah lini belum tersedia, mungkin hanya berupa pengurangan kapasitas agregat, bukan penghentian total satuan lini,” tegasnya.

Data smelter nikel di Indonesia./dok. APNI

Menurut data APNI, saat ini terdapat 120 proyek smelter pirometalurgi berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) di Indonesia yang membutuhkan total 584,9 juta ton bijih nikel.

Perinciannya; sebanyak 49 sudah beroperasi dengan kebutuhan 240,2 juta ton bijih nikel, 35 masih dalam tahap konstruksi dengan taksiran kebutuhan 150,3 juta ton bijih, dan 36 masih dalam tahap perencanaan dengan estimasi kebutuhan 194,5 juta ton bijih.

Sementara itu, proyek hidrometalurgi atau high pressure acid leach (HPAL) hanya sebanyak 27 dengan kebutuhan total 150,3 juta ton bijih nikel.

Perinciannya; sebanyak 5 sudah beroperasi dengan kebutuhan 48,2 juta ton bijih nikel, 3 masih dalam tahap konstruksi dengan taksiran kebutuhan 33,6 juta ton bijih, dan 19 masih dalam tahap perencanaan dengan estimasi kebutuhan 68,5 juta ton bijih.

Dengan demikian, total proyek smelter nikel di Indonesia mencapai 147 proyek dengan estimasi total kebutuhan bijih 735,2 juta ton. Sementara itu, rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) nikel yang disetujui untuk 2025 mencapai 364 juta ton, naik dari tahun lalu sebanyak 319 juta ton.

(azr/wdh)

No more pages