Pejabat AS dan China telah menyelesaikan hari pertama dari dua hari perundingan yang bertujuan memperpanjang gencatan tarif melewati batas waktu pertengahan Agustus, sembari mencari cara menjaga hubungan dagang tanpa mengorbankan keamanan ekonomi. Sementara itu, Perdana Menteri Kanada Mark Carney menyebut bahwa pemerintahnya masih terus menjalin pembicaraan perdagangan dengan pemerintahan Trump.
Departemen Keuangan AS menaikkan estimasi kebutuhan pembiayaan pemerintah untuk kuartal ini menjadi US$1 triliun, terutama karena distorsi akibat batas utang. Rencana penerbitan obligasi dan surat utang jangka menengah akan diumumkan Rabu, meskipun pelaku pasar memperkirakan tidak banyak perubahan.
Dalam kunjungan ke Skotlandia hari Minggu untuk mengumumkan kesepakatan dengan Uni Eropa, Trump memberikan pembaruan singkat soal hubungan dengan China. "Kami sangat dekat dengan kesepakatan dagang. Sebenarnya kami sudah mencapai kesepakatan dengan China, tapi kita lihat nanti kelanjutannya," ujarnya tanpa memberikan detail.
"Semakin banyak kesepakatan dagang diumumkan, ketidakpastian yang selama ini membayangi pelaku usaha dan ekonomi bisa berkurang," kata Brent Schutte dari Northwestern Mutual Wealth Management. "Bahkan, dampak final dari kesepakatan dagang ini bisa lebih kecil dari yang diperkirakan setelah pengumuman tarif balasan 2 April lalu."
Menurut Thierry Wizman dari Macquarie Group, penguatan dolar kemungkinan mencerminkan persepsi bahwa kesepakatan baru dengan Uni Eropa menguntungkan AS, sekaligus menunjukkan bahwa Washington kembali menjalin kerja sama dengan sekutu utamanya.
"Terlepas dari pro-kontra soal tarif dan kesepakatan yang diumumkan, kita mulai menyelesaikan persoalan-persoalan besar. Ini akan membantu pelaku usaha AS menyesuaikan diri dan merencanakan masa depan, baik atau buruk," ujar Peter Boockvar dari The Boock Report. "Kini kita bisa fokus pada bagaimana dampaknya ke depan."
Gubernur The Fed Jerome Powell bersama para gubernur bank sentral akan menggelar rapat kebijakan selama dua hari mulai Selasa (29/7), di tengah tekanan politik, dinamika kebijakan dagang, dan beragam tantangan ekonomi.
Secara tidak biasa, pertemuan The Fed kali ini berbarengan dengan rilis sejumlah data penting: pertumbuhan ekonomi, angka ketenagakerjaan, dan inflasi—yang semuanya bisa menunjukkan pemulihan pada kuartal kedua.
Sementara pasar saham bergerak datar setelah reli kuat, "selama laporan keuangan tak mengecewakan dan komentar The Fed cukup akomodatif, pasar kemungkinan akan kembali mencetak rekor tertinggi," kata Louis Navellier, CIO di Navellier & Associates.
"Kami tidak memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga Rabu ini, tapi bisa saja muncul sinyal yang lebih kuat bahwa penurunan suku bunga akan dilakukan pada musim gugur, apalagi jika inflasi tetap rendah meskipun ada tekanan tarif," ujar Rick Gardner dari RGA Investments.
Gardner menambahkan, meskipun valuasi pasar saham tinggi, bukan berarti tidak bisa naik lebih lanjut.
Musim laporan keuangan kuartalan kali ini juga menunjukkan awal yang solid. Sorotan akan tertuju pada laporan Microsoft dan Meta Platforms hari Rabu, serta Apple dan Amazon pada Kamis.
Sejauh ini, perusahaan-perusahaan AS tampak mampu menghadapi dampak tarif. Sekitar sepertiga perusahaan S&P 500 telah melaporkan hasil keuangan, dan 82% di antaranya melampaui ekspektasi, menurut data Bloomberg Intelligence—menjadikannya kuartal terbaik dalam empat tahun terakhir.
Jika negosiasi dagang terus menunjukkan kemajuan, indeks S&P 500 bisa mencatat kenaikan 20% tiga tahun berturut-turut—sesuatu yang terakhir kali terjadi pada akhir 1990-an, menurut John Stoltzfus dari Oppenheimer Asset Management. Ia bahkan menaikkan target akhir tahun S&P 500 ke level 7.100.
Beberapa analis, termasuk Michael Wilson dari Morgan Stanley, juga mulai lebih optimistis terhadap S&P 500 karena ekspektasi laba tetap kuat.
Berdasarkan analisis teknikal, ada peningkatan partisipasi di pasar saham sejak titik terendah April lalu, kata Craig Johnson dari Piper Sandler.
"Meski momentum sedikit melambat karena investor menanti laporan keuangan, kombinasi dari indeks-indeks utama yang mencetak rekor baru dan meningkatnya volume perdagangan menunjukkan investor mulai kembali masuk pasar. Ini membuka peluang beli saat harga turun," ujarnya.
Lori Calvasina dari RBC Capital Markets mengingatkan bahwa terlalu dini untuk mengabaikan dampak tarif terhadap inflasi dan laba perusahaan. "Jika proyeksi perusahaan untuk 2026 tidak seindah yang dibayangkan investor, ini bisa menekan harga saham," katanya.
Saat ini S&P 500 diperdagangkan dengan rasio harga terhadap laba sebesar 22,5 kali—di atas rata-rata 10 tahun sebesar 18,6. Ini memicu kekhawatiran bahwa ruang untuk kesalahan semakin sempit.
Reli pasar saham yang spektakuler juga membuat investor saham semakin percaya diri, dengan pola beli saat harga jatuh (buy the dip) yang kian melekat, ujar Lisa Shalett dari Morgan Stanley Wealth Management.
"Volatilitas pasar kini tak lagi sejalan dengan indikator stres. Indeks-indeks pasif terus mencetak rekor, sementara saham-saham spekulatif mulai memimpin. Sentimen terlalu tenang dan valuasi sudah mahal. Dalam situasi ini, kami memilih strategi selektif dalam memilih saham," jelasnya.
Menurut Mark Hackett dari Nationwide, ini mungkin salah satu momen paling menarik dari perpaduan kekuatan teknikal dan fundamental yang telah lama tak terlihat.
"S&P belum mencatat pergerakan 1% selama lebih dari sebulan, tapi pihak yang pesimistis mulai menyerah. Tak ada yang berani bertaruh pasar akan jatuh. Bahkan investor yang biasanya skeptis kini ikut masuk. Belum bisa disebut puncak gelembung, tapi arahnya ke sana," ungkap Hackett.
Jika sentimen terus membaik dan investor terus membeli saat pasar turun, bisa saja terjadi lonjakan harga yang cepat. "Namun untuk saat ini, investor pesimis tampaknya masih ‘hibernasi’ selama musim panas," tuturnya.
"Kami cenderung lebih optimistis terhadap saham AS hingga akhir tahun, namun tetap dalam kerangka portofolio seimbang," kata Anthony Saglimbene dari Ameriprise. "Tentu saja, pandangan ini bergantung pada tercapainya laba perusahaan dan pertumbuhan ekonomi yang positif, serta terhindarnya skenario buruk dari tarif."
Menurut tim strategi pasar global Invesco, pasar mendapat ketenangan dari sejumlah perkembangan baru-baru ini.
"Ketakutan terbesar soal perang dagang di awal April belum terbukti, dan sejumlah kesepakatan penting mulai ditandatangani," ujar mereka. "Meski tarif masih jauh lebih tinggi dibanding tahun lalu, situasinya tampak bisa dikendalikan. Beban biaya juga kemungkinan dapat dibagi antara perusahaan dan konsumen tanpa berdampak besar pada pertumbuhan atau inflasi."
Invesco juga menambahkan bahwa faktor paling krusial bagi pasar saham dalam jangka menengah hingga panjang tetaplah laba perusahaan.
“Setelah reli pasar yang kuat, investor sebaiknya bersiap menghadapi volatilitas baru dalam waktu dekat,” kata Mark Haefele dari UBS Global Wealth Management. “Koreksi pasar dalam jangka pendek bisa menjadi peluang bagi investor untuk memperkuat eksposur jangka panjang ke saham.”
(bbn)
































