1. Juara nasional Anak Tidak Sekolah (ATS).
Tercatat ada 616.080 anak, Jawa Barat memegang rekor memalukan sebagai provinsi dengan angka ATS terbanyak di Indonesia.
Angka ini jauh melampaui Jawa Tengah (333.152 anak) dan Jawa Timur (332.844 anak). Ini menunjukkan kegagalan fundamental dalam menjangkau dan mempertahankan anak-anak di bangku sekolah.
“Ini bukti bahwa layanan dasar pendidikan di Jawa Barat masih sangat buruk dan perlu prioritas khusus,”tulis JPPI.
2. Kekerasan di lingkungan Pendidikan
Jawa Barat masuk dalam tiga besar provinsi dengan kasus kekerasan paling banyak.
Kekerasan seksual (38%), perundungan (29%), dan kekerasan fisik (22%) mendominasi laporan.
“Sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman justru menjadi arena rawan kekerasan. Siapa yang bertanggung jawab atas keamanan anak-anak kita bila Pemprov Jabar abai?,”lanjut JPPI.
3. Maraknya Tawuran
Kasus tawuran pelajar merajalela di 41 desa/kelurahan di Jawa Barat, jauh di atas Jakarta (25 kelurahan) dan Sumatera Utara (20 desa/kelurahan).
“Ini bukan lagi kenakalan remaja biasa, melainkan cermin kegagalan pendidikan karakter dan intervensi sosial yang dilakukan oleh pemerintah daerah,”ujar JPPI.
4. Intoleransi di Sekolah
Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus intoleransi tertinggi di lingkungan pendidikan.
Mulai dari kurangnya guru agama untuk minoritas, persekusi pelajar beda keyakinan, ujaran kebencian, hingga intimidasi dan stigmatisasi "sesat".
Ini adalah pukulan telak bagi semangat Bhinneka Tunggal Ika dan keragaman yang seharusnya dijunjung tinggi di institusi pendidikan.
5. Skandal Penahanan ijazah.
Hingga Juli 2025, JPPI menerima 612 pengaduan penahanan ijazah oleh sekolah. Pengaduan kasus ini di Jabar terbilang terbanyak dibanding daerah lain.
Hingga kini kasus ini masih dipersimpangan jalan, karena Pemprov Jawa Barat ingkar janji untuk membayar uang tebusan kepada sekolah swasta, sebagaimana yang telah dijanjikan. Ini adalah bentuk pengingkaran terhadap hak pendidikan dan masa depan anak-anak yang terpaksa tertahan ijazahnya.
“Fakta-fakta anomali ini bukan sekadar angka, ini adalah tragedi yang kompleks. Memang, beberapa anomali ini memiliki akar dari warisan masa lalu, namun tragedi ini diperparah oleh ego 'Superman' Pemprov Jawa Barat yang berlagak bisa menyelesaikan semuanya sendirian,” tegas Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI.
Karena itu, JPPI menyerukan dan merekomendasikan langkah-langkah konkret bagi Pemprov Jawa Barat untuk mengatasi krisis pendidikan ini:
1. Hentikan pendekatan "jalan sendiri". Pemprov Jabar harus meninggalkan praktik perumusan kebijakan yang tertutup dan eksklusif.
2. Perkuat ruang partisipasi publik yang inklusif.
3. Bersikap terbuka dan anti-kritik. Hentikan sikap defensif dan kecenderungan militeristik yang anti-kritik.
4. Peran Tegas Kemendikdasmen
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) harus berani dan tegas menegur Gubernur Jawa Barat yang cenderung "jalan sendiri" dalam kebijakan pendidikan.
(dec/spt)

































