Pelaku pasar minyak global saat ini mencermati apakah sikap waspada dari para pemilik kapal akan merambat ke pihak lain, termasuk rekan dagang dan lembaga keuangan.
Dalam beberapa hari terakhir, para pelaku industri di India disebut tengah mencari kejelasan dari Uni Eropa terkait dengan status blacklist Nayara dan larangan pengapalan solar yang berasal dari minyak mentah Rusia.
Pemilik kapal dari Yunani hingga Norwegia mengendalikan sebagian besar armada pengapalan global. Banyak di antaranya kemungkinan akan mematuhi aturan sanksi UE.
Namun, sejak perang Ukraina pecah pada 2022, pemilik kapal Yunani justru memainkan peran penting dalam perdagangan minyak Rusia, terutama ketika harga minyak masih di bawah batas atas yang ditetapkan.
Pembatalan pengangkutan oleh Talara makin memperkuat kekhawatiran atas posisi Nayara, setelah sebelumnya perusahaan itu meminta pembayaran di muka atau letter of credit sebelum bahan bakar dikirim.
Sejumlah trader menyebut langkah itu menunjukkan kekhawatiran atas potensi kendala pembayaran setelah pengapalan dilakukan, di samping kemungkinan persoalan keuangan lainnya.
Permintaan tersebut memicu tanda tanya di kalangan pelaku pasar soal kelanjutan partisipasi mereka dalam tender Nayara, mengingat pembayaran 15 sampai 30 hari setelah pengiriman adalah praktik umum di industri.
Nayara menyatakan tengah mengeksplorasi opsi hukum dan langkah lain untuk melindungi kepentingannya. Sementara itu, Rosneft menyebut sanksi Uni Eropa tersebut “tidak berdasar dan ilegal.”
(bbn)


































