"Namun, kami memperkirakan nilai tukar USD/IDR akan sedikit lebih rendah [yang berarti penguatan rupiah] mendekati Rp16.000/US$ daripada lebih tinggi," kata Garg.
Selama Desember tahun lalu, rupiah rata-rata bergerak di kisaran Rp16.018/US$ dengan level terkuat ada di posisi Rp15.845/US$ dan terlemah di posisi Rp16.290/US$.
Sedangkan sepanjang tahun ini, rupiah telah mencatat pelemahan 1,3% year-to-date, terlemah di Asia dengan pergerakan rata-rata di kisaran Rp16.396/US$. Level terlemah rupiah pecah pada 9 April lalu dalam intraday trading kala mata uang ini diperdagangkan nyaris menjebol Rp17.000/US$ di pasar spot, terlemah dalam sejarah.
Padahal sepanjang tahun ini, indeks dolar AS alias DXY juga mencatat pelemahan sekitar 10% dari level tertingginya tahun ini di 109,95. Dengan kata lain, pelemahan rupiah bisa lebih buruk bila gerak DXY tidak sedalam itu penurunannya.
Pelemahan rupiah sepanjang tahun ini terutama karena ketidakpastian pasar global terkait isu tarif AS, juga faktor domestik seperti isu defisit fiskal RI.
Menurut top forecaster ini, pernyataan pemerintah RI untuk membatasi defisit fiskal di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto dan akan memakai cadangan kas untuk menutupi kekurangan anggaran tahun ini, telah membantu menenangkan keresahan investor.
"Kami telah mengambil posisi long untuk rupiah dan short dolar AS sejak pertengahan April. Kami perkirakan rupiah akan menguat cukup signifikan dan memang demikian. Tapi, kami memperkirakan USD/IDR kaan stabil setidaknya selama beberapa pekan ke depan dan ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal daripada faktor domestik," jelas Garg.
Dalam paparannya ketika mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur bulanan edisi Juli, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, rupiah diperkirakan akan tetap stabil didukung oleh imbal hasil investasi di Indonesia yang masih menarik, inflasi yang rendah dan prospek pertumbuhan ekonomi domestik.
"Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi terukur di pasar off-shore NDF dan strategi triple intervention pada transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder. Seluruh instrumen moneter juga terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah," kata Perry.
(rui/aji)
































