Dia menjelaskan dana eksternal tersebut akan digunakan untuk membiayai 3 proyek tambang utama yang sepenuhnya dimiliki oleh INCO, yakni Bahodopi, Pomalaa, dan Sorowako.
Bahodopi menjadi proyek terdekat yang akan mulai beroperasi pada tahun ini, disusul Pomalaa pada kuartal II/2026. Adapun proyek Sorowako menjadi tahapan terakhir dari ekspansi INCO saat ini.
Di sisi hilirisasi, INCO menjalin kerja sama dengan sejumlah mitra global untuk membangun fasilitas HPAL, untuk proyek Pomalaa, Vale telah menggandeng Huayou dan Ford dalam pengembangan smelter HPAL.
Sementara itu, proyek Bahodopi dijalankan bersama GEM, dan Sorowako kembali melibatkan Huayou sebagai mitra. Kendati demikian, Vale masih terus menjajaki peluang kemitraan tambahan untuk proyek-proyek HPAL saat ini.
“Untuk Tambang Pomalaa ditargetkan rampung pada kuartal II/2026, sementara smelter HPAL-nya dijadwalkan tuntas pada kuartal IV/2026. Jadi sudah siap satu rangkaian integrasi,” jelasnya.
Berdasarkan data INCO, proyek pengembangan tambang di Morowali menghabiskan dana sekitar US$399 juta. Rencanannya, blok tambang itu bakal menyumbang kapasitas produksi mencapai 3,84 juta ton saprolit per tahun.
Adapun, pengembangan blok tambang baru di Pomalaa diperkirakan menghasilkan tambahan produksi sebesar 28,15 juta saprolit dan limonit. Belanja modal untuk pengembangan blok tambang ini mencapai US$1 miliar.
Selanjutnya, INCO turut mengalokasikan belanja modal sekitar US$257 juta untuk pengembangan blok tambang baru di Sorowako. INCO berharap blok tambang dari Sorowoko itu menambah kapasitas produksi 11,5 juta limonit setiap tahunnya.
(art/naw)
































