"Jadi ini sedang berproses. Artinya apa kembali kami tegaskan bahwa penyidik tidak bermain main dalam kaitan dengan bagaimana upaya-upaya penegakkan hukum represif ini," ujar dia.
"Di satu sisi bagaimana penegakannya terhadap para pelaku. Tetapi juga bagaimana upaya-upaya pengembalian, kerugian keuangan negara."
Dia mengklaim, kejaksaan memang masih memeriksa dengan detil status seluruh mobil tersebut; apakah sebagai alat kejahatan, atau sebagai hasil kejahatan.
"Karena di bawah penguasaan yang bersangkutan [Iwan Kurniawan]," kata Harli.
Sebelumnya, Kejaksaan menggeledah rumah Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto. Dari penggeledahan tersebut, penyidik Jampidsus menyita uang tunai senilai Rp2 miliar. Harli menjelaskan, penggeledahan tersebut dilakukan pada Senin (30/6/2025), di wilayah Laweyan, Solo, Jawa Tengah.
Dari penggeledahan itu, penyidik mengamankan dua pack plastik bening berisi uang pecahan Rp100 ribu, yang masing-masing bernilai Rp1 miliar. Dimana satu bundel uang tersebut bertuliskan PT Bank Central Asia cabang Solo tertanggal 20 Maret 2024; dan satunya bertuliskan PT Bank Central Asia cabang Solo tertanggal 13 Maret 2024.
Dalam kasus ini, jaksa baru mengungkap kerugian negara dari pelanggaran penyaluran kredit dari dua bank daerah atau BUMD yaitu Bank BJB dan Bank DKI Jakarta. Padahal perusahaan tekstil tersebut juga menerima kredit dengan nilai total tagihan mencapai Rp3,5 triliun pada Oktober 2024 kepada Bank Jateng, sejumlah Himbara, LPEI, dan lebih dari 20 bank swasta.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengatakan, kredit sindikasi dari PT Bank Negara Indonesia (BBNI) atau BNI; PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) atau BRI; dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mencapai Rp2,5 triliun.
Dalam perkara ini, Jaksa telah menetapkan tersangka terhadap Komisaris Utama dan Direktur Utama PT Sritex Tbk 2005-2022, Iwan Setiawan Lukminto; Direktur Utama Bank DKI 2020, Zainuddin Mappa; dan Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB 2020, Dicky Syahbandinata.
Ketiga tersangka dituduh menyebabkan negara mengalami kerugian hingga Rp692 miliar. Sebab, kredit yang diberikan Bank BJB dan Bank DKI tidak mempertimbangkan sejumlah persyaratan pemberian kredit modal kerja tanpa jaminan. Serta, kredit yang telah disalurkan tidak digunakan sesuai peruntukannya.
(azr/frg)