Logo Bloomberg Technoz

Status Buron

Hingga saat ini, Riza masih berstatus sebagai buron karena Korps Adhyaksa mengeklaim punya informasi bahwa taipan migas kelas kakap itu sedang tidak berada di Indonesia.

Sosok yang sering disebut-sebut sebagai "penguasa abadi bisnis minyak" di Indonesia itu kabarnya telah berada di Singapura sebelum penyidik sempat meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM melakukan pencegahan ke luar negeri.

Riza sendiri merupakan pengusaha yang dijuluki 'Saudagar Minyak' alias 'The Gasoline Godfather' karena dianggap mendominasi bisnis impor minyak via Pertamina Energy Trading Limited (Petral).

Dia merupakan pengusaha yang memiliki jaringan bisnis yang luas dan kompleks.

Riza juga dikenal sebagai tokoh penting di balik layar dalam industri migas di Indonesia, dan sering dikaitkan dengan pengaruh besar dalam berbagai proyek energi strategis, serta memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh politik dan pebisnis papan atas.

Pria kelahiran 1960 itu menikah dengan Roestriana Adrianti atau Uchu Riza pada 1985. Pasangan ini dikaruniai dua anak; Muhammad Kerry Adrianto Riza dan Kenesa Ilona Rina.

Muhammad Kerry Andrianto Riza, sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus megakorupsi yang sama. 

Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa M. Kerry Andrianto Riza ditetapkan sebagai salah satu tersangka korupsi subholding Pertamina./dok. Kejagung

Dirangkum dari berbagai sumber, Riza disebut lebih banyak menghabiskan waktu di Singapura untuk pusat operasi bisnisnya.

Namanya identik dengan Petral; anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura, tempat Riza mengendalikan alur impor minyak.

Perusahaan perdagangan atau trading company—yang juga terafiliasi dengan Tommy Soeharto dan Bob Hasan — milik Pertamina ini dibubarkan pada Mei 2015 oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, menyusul upaya pemerintah melakukan pembersihan mafia migas di BUMN energi tersebut.

Dari Petral lah, Riza disinyalir mengendalikan sejumlah perusahaan seperti Supreme Energy, Paramount Petroleum, dan Cosmic Petroleum.

Jauh sebelum kasus yang menjeratnya saat ini, jejak Riza Chalid sudah terekam dalam berbagai peristiwa besar. 

Kontroversi Petral

Pada 1997, Riza mewakili perusahaan milik Keluarga Cendana—PT Dwipangga Sakti Prima — dalam pembelian pesawat Sukhoi dari Rusia. Perusahaan ini juga pernah terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Hercules pada 1996.

Pada 2008, nama Riza mencuat dalam kasus Petral yang membeli minyak mentah bernama Zatapi dari dua perusahaan yang terafiliasi dengannya. Adapun, perusahaan tersebut membeli minyak sebanyak 600.000 barel dan diduga telah diatur. 

Riza Chalid (Dok. Istimewa)

Meskipun saat itu Dirut Pertamina menyebut harganya murah, hitungan para trader justru sebaliknya. Harga minyak Zatapi dianggap kemahalan hingga US$11,72/barel.

Walhasil, Pertamina disebut tekor hingga Rp65,5 miliar. Namun, kasus ini akhirnya dihentikan oleh Bareskrim Polri karena dinilai tidak merugikan negara.

Pada 2015, nama Riza Chalid kembali muncul dalam hasil audit forensik Petral. Audit tersebut mengungkap adanya kebocoran informasi rahasia tender minyak Pertamina.

Informasi penting seperti harga perkiraan sendiri (HPS) sengaja dibocorkan melalui sebuah grup pos-el (e-mail) ke perusahaan luar yang terafiliasi dengan Riza Chalid.

Akibatnya, Pertamina selalu kalah dalam tender dan tidak pernah mendapatkan harga minyak yang kompetitif. Hal ini diungkap oleh Menteri ESDM yang menjabat kala itu, Sudirman Said.

Saham Freeport

Masih pada tahun yang sama, Riza Chalid terekam dalam sebuah pertemuan bersama Ketua DPR saat itu, Setya Novanto, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin yang kini menjabat sebagai Direktur Utama holding BUMN pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).

Dalam rekaman yang fenomenal itu, Setya Novanto dan Riza Chalid diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo untuk meminta jatah 11% saham Freeport.

Meskipun Kejagung sempat mengusut kasus yang terkenal dengan julukan 'Papa Minta Saham' tersebut sebagai permufakatan jahat, kasus itu pada akhirnya menguap begitu saja dan Riza tidak lagi diperiksa. 

Di ranah politik, pengaruhnya juga terasa kuat. Riza Chalid disebut-sebut menjadi salah satu penyokong dana utama untuk Prabowo Subianto dalam Pemilu 2014.

Dia juga diduga mendanai tabloid kontroversial Obor Rakyat dan membeli Rumah Polonia yang menjadi markas pemenangan Prabowo-Hatta.

Bisnis Kompleks

Bisnis Riza kebanyakan disebut-sebut tidak terdaftar atas namanya dalam struktur perusahaan yang sederhana, melainkan melalui jaringan kompleks perusahaan cangkang (shell companies), proksi, dan entitas yang tersebar di berbagai surga pajak (tax havens).

Namanya juga sempat muncul dalam dokumen Panama Papers dan Pandora Papers; dua bocoran data keuangan terbesar dalam sejarah yang mengungkap bagaimana para elite dunia menyembunyikan kekayaan mereka.

Hal ini menjadi bukti kuat bahwa gurita bisnisnya beroperasi secara global dan dirancang untuk sulit dilacak.

Meski dikenal sebagai saudagar minyak, Riza Chalid tidak hanya fokus pada bisnis energi. Dia juga merambah ke sektor lain; seperti ritel mode, perkebunan sawit, dan industri minuman.

Salah satu unit bisnisnya yang cukup terkenal adalah KidZania, taman bermain anak-anak yang salah satunya berlokasi di Pacific Place Mall, Jakarta Pusat.

Riza juga mendirikan Sekolah Islam Internasional Al Jabr di Jakarta Selatan pada 1994 bersama sang istri. 

Selain itu, namanya juga pernah dikaitkan dengan kepemilikan sejumlah maskapai penerbangan.

Beberapa laporan menyebutkan ia mengendalikan sejumlah perusahaan offshore untuk memfasilitasi transaksi minyak global. Struktur bisnisnya sering kali menggunakan perusahaan shell company atau special purpose vehicle (SPV).

Jejak terbaru, pertemuan Riza dengan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim pada Agustus 2023 sempat menimbulkan spekulasi terkait dengan penambangan logam tanah jarang (rare earth elements).

Namun, Anwar Ibrahim membantah bahwa pertemuan tersebut ada kaitannya dengan bisnis tersebut.

(wdh)

No more pages