Pada tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Jakarta sebenarnya memberikan hukuman pidana yang tak terlalu berat bagi Harvey cs. Majelis hakim tercatat hanya menghukum Harvey untuk menjalani masa penjara selama 6,5 tahun, dan denda Rp1 miliar. Hukuman pidana ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yaitu penjara selama 12 tahun.
Namun, hakim menjatuhkan hukuman pembayaran uang pengganti yang lebih berat dari tuntutan jaksa yaitu Rp210 miliar. Dalam pertimbangannya, hakim menilai Harvey menjadi satu-satunya orang yang mencuci uang Rp420 miliar dari sejumlah perusahaan smelter timah. Sedangkan, Helena Lim sebagai pemilik penukaran uang atau money changer hanya menerima keuntungan sekitar Rp900 juta.
Putusan tersebut kemudian menuai polemik di masyarakat. Bahkan, Presiden Prabowo Subianto turut berkomentar dan memberi isyarat kepada kejaksaan agung untuk terus melakukan banding dan upaya hukum lainnya agar Harvey cs menerima hukuman pidana maksimal.
Korps Adhyaksa pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hasilnya, hakim justru menjatuhkan vonis jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Majelis hakim kala itu menghukum Harvey untuk menjalani penjara selama 20 tahun, denda Rp1 miliar, dan membayar uang pengganti Rp420 miliar. Hakim juga memerintahkan tambahan hukuman penjara selama 10 tahun jika seluruh aset dan harta Harvey tak bisa menutup pembayaran uang pengganti.
Harvey kemudian mengajukan gugatan kasasi karena menilai putusan banding justru semakin tak adil. Namun, Mahkamah Agung justru memperkuat putusan banding atau Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
(azr/frg)
































