Untuk diketahui, angka TWP 90 yang tinggi menunjukkan risiko gagal bayar yang lebih besar dalam platform P2P lending. Sebaliknya, angka TWP 90 yang rendah menunjukkan bahwa platform tersebut lebih berhasil dalam mengelola risiko kredit.
"Kasus Akseleran itu menunjukkan bahwa ada enam borower besar itu menyumbang sebenarnya 100 [persen] default. Dan ini menandakan ada pengawasan yang kurang lebih tidak berjalan," jelas Etika.
"Ini juga berkaitan dengan lambanya intervensi pada early warning signal seperti TWP90. Jadi, lonjakan yang TWP90 melonjak yang antara kurang dari 1% sampai 5% itu hanya dalam waktu enam bulan, itu semestinya mengaktifkan alarm pengawasan," tegas dia.
Daftar Kredit Macet Akseleran dan Rinciannya
Atas tindakan perusahaan yang melaporkan kasus dugaan fraud, Etika menilai, sebetulnya belum cukup untuk menyelesaikan persoalan. Transparansi terkait skema penipuan, pihak yang terlibat, serta potensi kerugian dan rencana pemulihan juga harus dijelaskan kepada publik, terutama para lender.
"Melapor ke polisi itu langkah minimum.. dari sisi Akseleren sendiri, dia wajib mengungkap masalah transparan tuh jenis fraud-nya," jelasnya.
Oleh karena itu, Etika menekankan perlunya sanksi dari regulator jika ditemukan kecerobohan sistemik dalam pengelolaan risiko. Ia menyebut, dalam kasus tertentu, sanksi tegas hingga pencabutan izin bisa dipertimbangkan.
Lebih jauh, Etika mengulas kebijakan perpanjangan masa pinjaman (refinancing) yang dilakukan Akseleran.
Felicia Tjiasaka eks pendiri Ternak Uang terseret pinjol Akseleran dengan TWP90 54,89%
Di satu sisi, strategi tersebut bisa memberi ruang bagi borrower—terutama UMKM—untuk menyelesaikan kewajibannya. Namun jika dilakukan tanpa transparansi dan hanya untuk memperbaiki tampilan portofolio, hal ini berisiko menjadi efek gunung es.
Etika menambahkan, restrukturisasi seperti ini hanya akan efektif jika dilakukan selektif, berdasarkan analisis kelayakan ulang borrower. Perlu pula dukungan seperti asuransi atau perencanaan keuangan yang baik. Tanpa itu, risiko gagal bayar massal justru makin terbuka.
"Jadi itu menjadi cara, apa ya, istilahnya, biar tidak terlihat default-nya gitu kan, pinginnya istilahnya terlihat baik gitu kan. Kalau ini tidak disertai diskorsan kepada si investor atau lender ya, itu jadi malah tambah risiko ya, ada risiko tambahan gitu atas perpanjangan tadi," pungkas dia.
Diketahui, kebijakan skema refinancing berulang, di mana dana baru digunakan untuk membayar pokok dan bunga dari pinjaman lama oleh Akseleran. Keputusan ini diambil oleh Direktur Utama Akseleran dengan sepengetahuan Chief Risk Officer, sebagai upaya pemulihan.
Dalam dokumen penjelesan Akseleran kepada lender, refinancing dibuat usai mempertimbangkan janji borrower yang akan melakukan pembayaran, namun pada akhirnya tidak terealisasi.
Menjadi kontroversial sebab Direktur Keuangan (Mikhail Tambunan), Direktur Legal & Compliance (Ketty Novia), dan Komisaris (Ivan Tambunan) menyatakan tidak dilibatkan dalam keputusan ini. Ketiganya baru mengetahui adanya praktik refinancing tersebut pada awal Februari 2025.
Usai tahu duduk persoalan, ketiganya memutuskan menghentikan pendanaan tersebut, yang menyebabkan gagal bayar massal. "Kami lagi fokus collection, sama cari investor. Fokusnya bagaimana kami bisa memberikan recovery [pendanaan] lah untuk para lenders ya," terang Ivan.
(prc/wep)
































