Logo Bloomberg Technoz

Lukman menyebut dalam jangka pendek hulu maupun hilir migas di Tanah Air akan terganggu. Namun dalam jangka panjang, kata dia, pasar bakal  menantikan sikap OPEC+.

“Jangka panjang, masih akan melihat sikap OPEC+ yang besar kemungkinan akan segera memberikan pernyataan untuk menutup potensi kekurangan,” ujarnya. 

Brent untuk pengiriman Agustus 2025 turun 2,33% menjadi US$77,01 per barel pada pada penutupan Jumat (20/6/2025). 

Sementara WTI untuk pengiriman Agustus 2025 bergerak naik ke level US$73,84 per barel atau menguat 0,46% pada penutupan Jumat. 

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan serangan militer AS telah menghancurkan 3 fasilitas nuklir utama milik Iran. Trump  mengancam akan melancarkan serangan lebih lanjut jika Teheran tidak segera berdamai dengan Israel.

Amerika Serikat (AS) melancarkan 3 serangan pada fasilitas nuklir Iran. (Bloomberg)

“Ini tidak bisa dibiarkan berlanjut. Akan ada perdamaian atau akan ada tragedi yang jauh lebih besar bagi Iran dibanding 8 hari terakhir,” ujar Trump dalam pidato tiga menit dari Gedung Putih pada Sabtu malam waktu setempat.

Trump membeberkan militer AS telah menyerang fasilitas nuklir di Natanz, Fordow, dan Isfahan, dan menyebut operasi itu sebagai “keberhasilan militer yang spektakuler.”

“Fasilitas pengayaan nuklir utama Iran telah dihancurkan sepenuhnya,” kata Trump.

Pasar Minyak Bergejolak

Harga minyak Brent telah melonjak 11% sejak Israel memulai serangan terhadap musuh bebuyutannya. Namun pergerakan harga tetap fluktuatif, naik dan turun tajam dari hari ke hari.

Lonjakan harga diperkirakan berlanjut pada Senin (23/6/2025), setelah AS menggempur fasilitas nuklir di Fordow, Natanz, dan Isfahan—tindakan yang secara drastis meningkatkan risiko geopolitik di kawasan yang menyumbang sepertiga pasokan minyak dunia.

“Respons Iran dalam beberapa jam dan hari ke depan akan sangat menentukan—jika Iran membalas seperti ancaman sebelumnya, harga minyak bisa menuju US$100 per barel,” kata Saul Kavonic, analis energi di MST Marquee.

Harga minyak berpotensi menuju rentang US$80 hingga US$90 per barel. (Bloomberg)

"Serangan ini berpotensi memperluas konflik, dengan Iran mungkin menyasar kepentingan AS di kawasan seperti infrastruktur minyak Teluk di Irak, atau mengganggu jalur pelayaran di Selat Hormuz."

Selat Hormuz merupakan jalur laut krusial yang dilewati ekspor minyak dari Iran, Arab Saudi, Irak, Kuwait, dan negara anggota OPEC lainnya.

“Pasar membutuhkan kepastian, dan ini menandakan AS kini benar-benar masuk ke medan konflik Timur Tengah,” ujar Joe DeLaura, mantan trader dan analis energi global di Rabobank.

Joe DeLaura menambahkan, harga minyak berpotensi menuju rentang US$80 hingga US$90 per barel, sementara Armada Laut AS mungkin akan ditugaskan menjaga Selat Hormuz tetap terbuka.

Meski begitu, hingga saat ini belum ada indikasi terganggunya aliran minyak dari kawasan tersebut.

“Jika AS memberi dukungan militer langsung ke Israel dan berupaya menggulingkan rezim Iran, pasar bisa langsung merespons dengan lonjakan harga,” ujar Tamas Varga, analis di PVM Oil Associates.

(mfd/naw)

No more pages