Trump juga mengunggah pernyataan kontroversial yang menuntut “MENYERAH TANPA SYARAT” dari Iran, dan mengancam akan menyerang pemimpin tertinggi negara itu, Ayatollah Ali Khamenei. “Kami tahu persis di mana si ‘Pemimpin Tertinggi’ itu bersembunyi. Ia adalah target mudah, tapi masih aman di sana—kami tidak akan menghabisinya (membunuh!), setidaknya untuk saat ini,” tulis Trump di media sosial.
“Saat ini, pasar akan tetap berada dalam posisi waspada sampai suhu politik di kawasan mereda,” ujar Kenny Polcari dari SlateStone Wealth.
Para pelaku pasar juga mencermati data ekonomi AS. Penjualan ritel tercatat turun dua bulan berturut-turut, menunjukkan konsumen mulai menahan pengeluaran mereka akibat kekhawatiran atas tarif dan kondisi keuangan. Produksi industri juga menurun, sementara tingkat kepercayaan pengembang properti turun ke level terendah sejak Desember 2022.
“Investor masih harus bersiap terhadap volatilitas data ekonomi akibat dampak kebijakan perdagangan yang masih terasa,” kata Bret Kenwell dari eToro. “Ekonomi dan daya beli konsumen saat ini masih bertahan, tapi ada tanda-tanda kerentanan. Ini bisa menjadi risiko di paruh kedua tahun ini—terutama jika terjadi perlambatan dalam penciptaan lapangan kerja atau belanja.”
Sementara para pejabat The Fed bersiap memulai pertemuan dua hari di Washington, para trader memperkirakan kemungkinan dua kali penurunan suku bunga tahun ini—dengan pemangkasan pertama yang diperkirakan terjadi pada Oktober. The Fed kemungkinan tetap menahan suku bunga pada Juni dan Juli, namun bisa menyampaikan arah kebijakan melalui proyeksi ekonomi dan suku bunga yang diperbarui pada Rabu (18/6/2025).
Jika The Fed kembali menahan suku bunga untuk keempat kalinya secara berturut-turut, hal itu bisa memicu kemarahan Trump. Namun, para pembuat kebijakan tetap konsisten: sebelum mengambil langkah apa pun, mereka menunggu kepastian dari Gedung Putih terkait kebijakan tarif, imigrasi, dan perpajakan. Serangan Israel terhadap situs nuklir Iran juga menambah ketidakpastian bagi perekonomian global.
“The Fed sedang berjalan di jalur yang sangat sempit,” ujar Seema Shah dari Principal Asset Management. “Kami perkirakan The Fed akan menunggu hingga kuartal keempat sebelum memangkas suku bunga.”
“Meskipun tren beli-saat-harga-turun (buy the dip) sempat menguntungkan investor tahun ini, kami menilai saat ini waktunya untuk mengurangi risiko,” kata Andrew Tyler, kepala intelijen pasar global JPMorgan Chase & Co., yang sebelumnya tepat memprediksi reli pasar saham pada April lalu. “Dari sisi posisi pasar, terlepas dari isu Iran-Israel, pasar memang sedang menuju fase koreksi,” ujarnya kepada klien pekan ini.
Sementara itu, hasil survei terbaru Bank of America menunjukkan bahwa dalam lima tahun ke depan, saham global akan mengungguli saham AS. Hal ini menunjukkan makin banyak investor yang melihat dominasi pasar AS mulai melemah.
Sebanyak 54% manajer aset memprediksi saham internasional akan menjadi aset dengan performa terbaik, dibandingkan hanya 23% yang memilih saham AS. Emas dipilih oleh 13%, sementara obligasi hanya 5%. Ini merupakan kali pertama Bank of America menanyakan proyeksi performa aset dalam jangka waktu lima tahun kepada investor.
(bbn)































