Logo Bloomberg Technoz

Kedua, koridor penting lainnya seperti Laut Merah juga masih diganggu kelompok pemberontak Houthi, sehingga lalu-lintas minyak mentah dari Timur Tengah sedikit banyak terganggu.

Ketiga, Rusia masih geram pada Ukraina, sehingga turun mencederai suplai dan aliran minyak dunia walapun sektor energi Kremlin tengah diembargo Barat.

Keempat, seteru Taiwan dan China—selaku importir utama minyak dunia — makin memanas. Kelima, India dan Pakistan, selaku dua negara pemilik nuklir, juga masih saling mengawasi.

“Nah, yang terbaru, keenam, Iran melawan Israel ini juga bisa merembet ke mana-mana dampaknya di kawasan Teluk. Walau ekonomi dunia belum baik-baik saja, ketegangan perang di banyak fron akan mengerek harga minyak ke kesetimbangan baru tersebut,” kata Hadi. 

Dia menambahkan tensi geopolitik yang makin meluas sangat memengaruhi harga minyak karena perang membutuhkan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam jumlah besar.

“Perang juga membuat jalur lalu-lintas perdagangan energi terganggu, sehingga shipping cost membengkak karena harus mencari jalur aman untuk menghindar. Jalur alternatif itu kadang makin jauh rutenya,” ujarnya.

Di sisi lain, sebut Hadi, pelaku  perang sekaligus produsen minyak akan senang jika harga melambung tinggi untuk biaya perang. “Jadi dia akan ikut memainkan supply dan demand.”

Berbagai perusahaan pelayaran, pialang, dan analis juga sudah memperingatkan risiko terhadap jalur laut utama di Timur Tengah setelah serangan Israel terhadap Iran, eskalasi besar di kawasan yang vital bagi pasokan dan perdagangan minyak global.

Israel menyerang target utama di Iran pada dini Jumat (13/6/2025), termasuk fasilitas nuklir dan militer Teheran, sebuah langkah yang telah mengobarkan ketegangan dan mungkin membuat pembalasan tak terelakkan.

Iran telah mengancam tetangganya akan membayar "harga yang sangat mahal".

Minyak mentah Brent melonjak lebih dari 13% setelah serangan tersebut, yang menargetkan program nuklir dan kemampuan militer Iran, menandakan kenaikan harga tertinggi di tengah ketegangan antara dua kekuatan militer utama yang berisiko berubah menjadi perang regional.

"Jika aset midstream dan hulu minyak Iran menjadi sasaran, sebanyak 1,7 juta barel pasokan ekspor per hari bisa terancam, "cukup untuk mendorong pasar minyak dari surplus selama paruh kedua tahun ini menjadi defisit," Warren Patterson, Kepala Strategi Komoditas di ING Groep NV dalam sebuah catatan.

"Skenario ini bisa membuat Brent melonjak hingga US$80/barel, meskipun kami yakin harga kemungkinan akan stabil di sekitar US$75."

Jika eskalasi yang terus berlanjut menyebabkan gangguan pengiriman di Selat Hormuz, sekitar 14 juta barel pasokan minyak per hari bisa terancam, dengan gangguan yang signifikan "cukup untuk mendorong harga hingga US$120 per barel," kata Patterson.

"Jika gangguan terus berlanjut menjelang akhir tahun, kita bisa melihat Brent diperdagangkan ke rekor tertinggi baru, melampaui rekor tertinggi mendekati US$150 pada 2008."

(wdh)

No more pages