Dalam paparannya, Luhut menjelaskan bahwa pemerintah memiliki berbagai lini layanan digital nasional. Misalnya, Simbara dan Coretax untuk meningkatkan tata kelola dalam pendapatan negara dan e-Catalog untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran negara.
Selama periode 24 Maret hingga 20 April 2025, sistem Coretax menunjukkan performa yang stabil. Namun demikian, tercatat terdapat beberapa fluktuasi waktu tunggu (latensi), terutama saat volume transaksi mengalami peningkatan secara signifikan pada fungsi-fungsi tertentu.
Pertama, proses login menunjukkan performa yang sangat stabil. Latensi rata-rata berada di bawah 0,1 detik (kurang dari 100 milidetik), dengan performa terbaik tercatat sebesar 0,084 detik (8,4 milidetik) pada 18 April 2025.
Kedua, pendaftaran wajib pajak menunjukkan peningkatan latensi pada 25 Maret 2025 yang mencapai 1,13 detik (1.130 milidetik) dan turun kembali menjadi 0,446 detik (446 milidetik) pada 26 Maret 2025. Peningkatan latensi pada akhir Maret 2025 disebabkan oleh lonjakan aktivitas pendaftaran wajib pajak baru. Latensi kemudian menurun secara konsisten hingga kembali di bawah 0,06 detik (60 milidetik) pada April 2025.
Ketiga, pengelolaan SPT Masa mencatat beberapa lonjakan latensi secara signifikan, seperti pada 26 Maret 2025 latensi mencapai 21,231 detik dan 30,1 detik pada 27 Maret 2025. Penyempurnaan terus dilakukan sehingga latensi berhasil ditekan menjadi 0,00118 detik (1,18 milidetik) di 19 April 2025.
Keempat, pengelolaan faktur pajak sempat mencatat latensi tinggi sebesar 9,368 detik pada 15 April 2025, tetapi per 18 April 2025 latensi kembali turun menjadi 0,102 detik. Fluktuasi latensi terjadi juga dipengaruhi oleh peningkatan volume penerbitan faktur pajak.
Kelima, pengelolaan bukti potong menunjukkan lonjakan latensi tertinggi mencapai 51,90 detik pada 15 April 2025. Pada tanggal 20 April 2025, data menunjukkan penurunan latensi menjadi 0,197 detik.
Konsultan Pajak dari Botax Consulting Raden Agus Suparman mengatakan faktur pajak menjadi layanan yang paling banyak dikeluhkan oleh wajib pajak dalam Coretax. Akibatnya, banyak perusahaan yang belum bisa menagihkan penjualan ke pembelinya yang berdampak pada kinerja penjualan Januari 2025.
Raden menggarisbawahi setidaknya terdapat empat dokumen dalam penagihan penjualan, yakni pesanan pembelian (PO), faktur (invoice) komersial yang diterbitkan oleh perusahaan, faktur pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan surat jalan.
"Salah satu dari keempat dokumen tersebut terkendala Coretax. Akibatnya, banyak perusahaan belum bisa menagih ke pembelinya," ujar Raden kepada Bloomberg Technoz, Senin (13/1/2025).
(lav)
































