Logo Bloomberg Technoz

Duta Besar China untuk PBB mengatakan bahwa tindakan Israel telah “melampaui semua batas” hukum humaniter internasional dan secara serius melanggar resolusi PBB. “Namun, karena dilindungi oleh satu negara, pelanggaran ini tidak dihentikan maupun dipertanggungjawabkan,” kata Duta Besar Fu Cong.

Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward—yang biasanya sejalan dengan AS—juga mengkritik keras Israel. “Keputusan pemerintah Israel untuk memperluas operasi militer di Gaza dan secara ketat membatasi bantuan adalah tidak dapat dibenarkan, tidak proporsional, dan kontraproduktif. Inggris sepenuhnya menolak tindakan ini,” tegasnya.

Duta Besar Pakistan, Asim Iftikhar Ahmad, menyebut veto AS sebagai “komplikasi yang akan dikenang, lampu hijau untuk penghancuran berlanjut. Momen di mana dunia menunggu tindakan, namun dewan ini kembali diblokir oleh satu anggota.”

Duta Besar Slovenia, Samuel Žbogar, yang mewakili 10 anggota tidak tetap DK, menekankan bahwa resolusi tersebut tidak ditujukan untuk memprovokasi veto, melainkan menyoroti krisis kemanusiaan dan kebutuhan mendesak atas akses bantuan tanpa hambatan.

“Melaparkan warga sipil dan menyebabkan penderitaan luar biasa adalah tindakan tidak manusiawi dan melanggar hukum internasional,” ujarnya. “Tidak ada tujuan perang yang dapat membenarkan tindakan seperti itu. Kami berharap dan percaya bahwa ini adalah pemahaman bersama.”

Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyatakan bahwa para pendukung resolusi berencana membawanya ke Majelis Umum PBB minggu depan dengan fokus pada krisis kemanusiaan di Gaza. Di Majelis Umum, tidak ada hak veto. Resolusi yang disahkan memang tidak mengikat secara hukum, namun mencerminkan opini dunia internasional.

AS sebelumnya juga memveto resolusi terkait Gaza pada November lalu di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden karena seruan gencatan senjata kala itu tidak secara eksplisit mengaitkan hal tersebut dengan pembebasan sandera secara langsung dan tanpa syarat. Resolusi saat ini juga menyerukan pembebasan para sandera oleh Hamas dan kelompok lainnya, namun tidak menetapkannya sebagai syarat untuk gencatan senjata.

Pemerintahan Presiden Donald Trump telah meningkatkan upayanya untuk menengahi perdamaian di Gaza setelah 20 bulan perang. Namun, Hamas telah meminta amandemen terhadap proposal AS yang disebut oleh utusan khusus Steve Witkoff sebagai “benar-benar tidak dapat diterima.”

Warga Palestina membawa jenazah yang tewas dalam serangan udara Israel di rumah sakit Al-Ahli, Gaza, Selasa (18/3/2025). (Ahmad Salem/Bloomberg)

Mengapa Bantuan Pangan Tak Sampai ke Gaza

Pemungutan suara ini dilakukan setelah yayasan yang didukung AS dan Israel menghentikan distribusi makanan di tiga lokasi di Gaza, menyusul laporan dari otoritas kesehatan bahwa puluhan warga Palestina tewas dalam rentetan penembakan di dekat lokasi distribusi pekan ini. Israel dan AS mengklaim sistem bantuan baru ini dirancang untuk mencegah Hamas mencuri bantuan seperti yang terjadi pada distribusi oleh PBB sebelumnya.

Namun, PBB menolak sistem baru tersebut, dengan alasan bahwa sistem itu tidak menyelesaikan krisis kelaparan di Gaza, memungkinkan Israel menggunakan bantuan sebagai alat tekanan, dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan seperti netralitas, ketidakberpihakan, serta independensi. PBB menyebut sistem distribusinya di seluruh Gaza berjalan sangat baik selama gencatan senjata pada Maret lalu dan dipantau dengan ketat.

Sekitar 2 juta penduduk Gaza kini hampir sepenuhnya bergantung pada bantuan internasional setelah serangan Israel menghancurkan hampir semua infrastruktur produksi pangan. Israel memberlakukan blokade pasokan ke Gaza pada 2 Maret, dan bantuan baru mulai masuk kembali pada akhir bulan lalu setelah mendapat tekanan dari sekutu dan peringatan bahaya kelaparan.

“Dunia menyaksikan hari demi hari adegan mengerikan dari warga Palestina yang ditembak, terluka, atau dibunuh di Gaza saat hanya mencoba mencari makan,” kata Kepala Kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, dalam pernyataan Rabu (4/6/2025). Ia menyerukan agar bantuan kemanusiaan mengalir deras dan didistribusikan langsung oleh PBB.

Perang dimulai ketika Hamas menyerbu wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 251 lainnya. Saat ini, 58 sandera masih ditahan, sepertiga di antaranya diyakini masih hidup setelah sebagian besar dibebaskan melalui gencatan senjata atau kesepakatan lainnya.

Serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 54.000 warga Palestina—sebagian besar perempuan dan anak-anak—menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

(del)

No more pages