Meutya menekankan pentingnya inklusivitas dari sisi gender dan latar belakang sosial, agar manfaat ekonomi digital dapat dirasakan secara adil dan merata di seluruh penjuru negeri.
"Titipan kami kepada Scott [Scott Guthrie-Executive Vice President Cloud and AI Microsoft], Pak Darma [President Director Microsoft Indonesia] adalah bahwa ini bisa dilaksanakan dengan inklusivitas merata. Indonesia adalah negara yang amat luas, jadi tidak boleh ada daerah yang tertinggal."
Adapun kebutuhan energi untuk operasional pusat data sangat besar dan terus meningkat secara global dari 79 gigawatt (GW) pada 2023 dan menjadi 90 GW pada 2024,. Kemudian diperkirakan kebutuhan energi tembus 180 GW pada 2030.
Kebetuhan energi yang besar ini tentunya juga menjadi tantangan. Untuk itu, Indonesia ungkap Meutya perlu menyiapkan pasokan energi yang tidak hanya cukup, namun berkelanjutan. Dengan potensi energi terbarukan hingga 207 GW dari tenaga surya dan 29 GW dari panas bumi, Indonesia memiliki peluang besar untuk mendorong pusat data yang ramah lingkungan.
"Indonesia juga memahami bahwa transformasi digital tidak mungkin dicapai tanpa infrastruktur yang modern, tanpa infrastruktur yang merata dan dapat diakses secara luas," jelasnya.
Meski demikian, pemerintah memproyeksikan bahwa peluncuran Indonesia Central Cloud Region oleh Microsoft dapat memberikan kontribusi sebesar US$2,5 miliar atau sekitar Rp41 triliun (berdasarkan kurs yang berlaku saat ini) terhadap ekonomi nasional dalam empat tahun ke depan.
Adapun investasi senilai US$1,7 miliar (Rp27,6 triliun) ini bukan hanya untuk perluasan infrastruktur digital, tetapi juga diharapkan menjadi katalis pembangunan nasional, termasuk penciptaan 60 ribu lapangan kerja hingga 2028.
Studi juga menunjukkan, nilai pasar pusat data Indonesia akan tumbuh dari US$2,39 miliar (Rp38,8 triliun) pada 2024 menjadi US$3,79 miliar pada 2030 (Rp61,5 triliun). Pertumbuhan ini didorong oleh tingginya permintaan layanan digital domestik serta posisi geografis Indonesia yang strategis dalam peta konektivitas global.
Lebih jauh, Indonesia menawarkan keunggulan dalam penetrasi digital domestik. Dimana, "Indonesia juga merupakan pasar domestik yang besar dengan penetrasi digital yang amat masif. Jadi kalau kita lihat disini ada berapa ribu orang kira-kira kami yakin semuanya aktif secara digital dan menghabiskan waktu yang cukup banyak per hari dalam penggunaan internet," tegas Meutya.
"Ini menjadikan Indonesia atau investasi pusat data di Indonesia tidak hanya melayani kebutuhan global saja tapi juga terhubung dengan pasar lokal yang terus tumbuh dengan cepat."
Indonesia dinilai memiliki arah kebijakan digital yang semakin konsisten dan terbuka terhadap kolaborasi strategis. Ke depan, pemerintah mendorong pelibatan swasta dalam memperluas infrastruktur digital secara lebih masif, termasuk pengembangan AI Center di institusi pendidikan dan akselerasi adopsi hypercloud.
(prc/wep)

































