Logo Bloomberg Technoz

Acara tersebut, terang Meidy, akan menjadi forum diskusi untuk membuat standar pertambangan mineral yang memenuhi kaidah environmental, social, and governance (ESG) dan sustainable development goals (SDGs).

Negara-negara tersebut akan menyelaraskan standar pertambangan mineral satu sama lain, tanpa boleh ada pihak-pihak yang memaksakan keinginan.

Apalagi, aspek ESG di industri pertambangan mineral negara berkembang kerap diserang oleh negara maju.

“Indonesia diserang duluan, karena kita yang sudah lebih over, lebih duluan punya success story di nikel. Nah, kalau negara lain kan mereka lagi mau mencontek nih apa yang sudah dilakukan Indonesia. Nah aliansi ini, rencananya, mungkin kita nyontek [konsep] OPEC lah.”

Bagaimanapun, dia menampik wacana pembentukan aliansi tersebut mirip dengan praktik kartel di industri pertambangan mineral, seperti halnya OPEC di industri perdagangan minyak mentah dunia.

Aliansi tersebut, tegasnya, tidak lebih dari wadah bagi negara-negara produsen utama untuk membuat kekuatan bukan untuk melawan negara-negara maju atau negara pasar, tetapi untuk membuat standar rantai nilai yang lebih mumpuni.

“Ke depannya, kita dong yang menentukan harga. Masak negara lain,” kata Meidy. 

Daftar produsen nikel. (Sumber: Bloomberg)

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Julian Ambassadur Shiddiq tidak menampik, sejak diusulkan Indonesia pada awal 2023, negosiasi pembentukan aliansi mineral global kini masih terkatung-katung.

Apalagi, Filipina saat itu resisten dengan ide dari Indonesia tersebut. Pada awalnya, ide aliansi tersebut hanya difokuskan untuk komoditas nikel saja.

“Sepertinya belum ada perkembangan lagi,” ujar Julian kepada Bloomberg Technoz, baru-baru ini.

Bagaimanapun, Julian menyebut Kementerian ESDM tengah membahas bersama APNI untuk melanjutkan wacana yang mandek tersebut.

Dia menyebut, berdasarkan informasi dari APNI, asosiasi telah mencoba berkomunikasi dengan asosiasi nikel dari Tanzania, Kongo, Filipina, dan Kaledonia Baru.

"Mereka sangat responsif dan meminta [agar wacana pembentukan aliansi nikel global] segera dilanjutkan," tutur Julian.

Julian menjelaskan rencana pembentukan aliansi tersebut sebenarnya ditujukan untuk memperkuat posisi negara-negara utama penghasil nikel, khususnya Indonesia, dalam rantai pasok mineral kritis global karena nikel merupakan bahan baku kunci industri kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) serta energy storage.

Dengan adanya aliansi global, kata Julian, nantinya negara penghasil nikel mendapatkan manfaat yang lebih adil dari ekosistem industri ini; baik dari sisi harga, posisi tawar di pasar global, maupun potensi diversifikasi pasar serta kedaulatan sumber daya yang dimiliki.

“Jadi menurut saya masih perlu pembentukan aliansi ini,” tegasnya.

Wacana pembentukan nikel global sempat mengemuka pada awal 2023. 

Bahlil Lahadalia yang saat itu menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berencana untuk melakukan perjalanan ke produsen nikel utama termasuk Australia, Brasil, dan Filipina guna mempromosikan rencana pembentukan aliansi tersebut.

Akan tetapi, niat baik tersebut rupanya tidak disambut baik oleh Filipina; produsen nomor nikel dua dunia.

“Jika harga bahan baku naik, hal itu akan memengaruhi harga produk jadi, yang kami impor, dan itu akan sangat merugikan kami,” kata Dante Bravo, Presiden Asosiasi Industri Nikel Filipina, dalam sebuah wawancara bersama Bloomberg pada Maret, 2023.

"Saya bukan orang yang percaya pada pasar yang dikendalikan."

Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), tiga produsen nikel terbesar pada 2030 dari sisi pertambangan a.l. Indonesia (62%), Filipina (8%), dan New Caledonia (6%). Sementara itu, dari sisi pemurnian atau smelter a.l. Indonesia (44%), China (21%) dan Jepang (6%).

(wdh)

No more pages