Logo Bloomberg Technoz

"Perkara a quo (Pasal 34) tak bisa diserahkan penentuannya kepada pembentuk undang undang," kata dia.

"Karena sangat tampak perlakuan tak adil (kepada pimpinan KPK)," imbunya.

Namun yang menarik, dalam putusan MK tersebut tidak disebutkan jikalau putusan ini langsung berlaku atau berlaku surut atau baru berlaku untuk jabatan berikutnya. Dengan demikian tidak ada penegasan bahwa putusan berlaku pada masa pimpinan Firli Bahuri Cs saat ini.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengamati tiga hal yang menurutnya ganjil. Pertama, putusan MK ini adalah judicial review yang amat cepat diputuskan seolah-olah Nurul Ghufron memiliki hak istimewa alias privilege

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (Tangkapan layar Instagram KPK)

Yang kedua, uji materi yang diajukan Ghufron awalnya adalah gugatan terhadap syarat usia namun kemudian merembet ke revisi masa jabatan. Menurut dia kalau memang ingin uji materi soal masa jabatan maka yang mengajukan adalah lembaga KPK bukan pribadi sehingga tak ada conflict of interest 'konflik kepentingan'.

"Kalau kita melihat dari dua alasan gugatan yang diajukan Nurul, baik itu batas (usia) minimal pimpinan KPK dan masa jabatan semuanya itu adalah gugatan yang berkaitan dengan kepentingan pribadi Nurul Ghufron. Bukan untuk kepentingan lembaga atau bukan untuk kepentingan pemberantasan korupsi," kata Abraham Samad dihubungi Kamis malam (25/5/2023).

"Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa gugatan itu mengandung yang namanya conflict of interest. Kalau gugatan itu bersifat conflict of interest maka seharusnya, idealnya, MK ini menolak," lanjut dia.

Keganjilan yang ketiga adalah MK tak menjelaskan bahwa putusan ini berlaku surut. Oleh karena itu menurut dia maka bisa juga dipahami putusan ini tak wajib untuk sekarang dan baru akan berlaku untuk masa jabatan pimpinan berikutnya.

"Tapi tadi kalau kita lihat, putusan itu kan tidak ditegaskan oleh MK. Dia cuma bilang 5 tahun. Harusnya dia tegaskan itu," kata dia.

Mantan pimpinan KPK melakukan aksi tolak #KPKDikorupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/4/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Sementara Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengatakan, MK memang tidak konsisten dengan putusannya. Pada dasarnya, memang masa jabatan pimpinan di komisi dan lembaga negara bisa berbeda-beda apalagi dengan adanya label independen.

"Ini agak aneh, kalau kemudian (putusan) MK mengatur sampai batas waktu periodisasi itu. Jadi inkonstitusional, tidak adil. Jadi menurut saya, inkonsisten saja MK ini. Mungkin nanti jadinya lembaga-lembaga independen lain pasti akan minta juga untuk disamaratakan karena dianggap tidak melanggar konstitusi," kata Agus dihubungi Jumat pagi (26/5/2023).

Kemudian dengan tidak diterakannya putusan yang berlaku surut menurut ICW maka panitia seleksi (pansel) KPK yang dibentuk pemerintah bisa terus lanjut. 

"Makanya menurut saya, MK dan putusannya apakah (putusan) itu berlaku surut atau tidak, lebih baik diberikan ke (periodisasi KPK) ke depan saja. Maksudnya pemerintah menafsirkan (putusan MK) itu ke depan saja. Yang KPK sekarang selesaikan saja," ujar dia. 

Lalu perihal pertimbangan MK soal diskriminatif dan tak adil kembali ditanggapi Abraham Samad. Dia menjelaskan filosofi dan dasar masa jabatan empat tahun pimpinan KPK.

Pertimbangannya kata dia dalah bahwa KPK adalah lembaga penegak hukum yang independen bukan masuk dalam eksekutif, yudikatif dan legislatif. Dengan demikian salah satu ciri khasnya adalah masa jabatan memang karena itu tak disamakan dengan lembaga lain. Banyak ciri khas di KPK namun hal tersebut salah satunya. Oleh karena itu alasan dan pertimbangan diskriminatif dari hakim MK menurutnya kurang pas.

"Jadi bukan jadi dia (KPK) ikut-ikut, dia seharusnya menjadi role model dan diikuti oleh lembaga-lembaga lain. Kalau gini kan dia enggak jadi role model, justru dia nyari contoh," kata Samad.

(ezr)

No more pages