Pemerintah mengeklaim Proyek Dragon merupakan proyek ekosistem baterai terintegrasi pertama di dunia yang sudah digagas sejak 2022.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani menambahkan pemerintah sudah melakukan pertemuan bersama dengan perwakilan CATL dan membahas ihwal keterlibatan Danantara di proyek baterai tersebut.
“Kalau dahulu mungkin ada kendala pendanaan, tetapi sejak ada Danantara ini pendanaan ini kita yang membantu, karena kita melihat proyek ini memang sangat-sangat baik dari sisi return-nya,” ujar Rosan, yang juga merupakan Kepala BPI Danantara.
Selain prospektif secara bisnis, Rosan menyebut Proyek Dragon yang disokong Danantara juga prospektif bagi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang; terutama di bidang hilirisasi nikel yang merupakan keunggulan kompetitif Indonesia.
'Green Package'
Rosan juga mengatakan proyek baterai bersama CATL tersebut nantinya akan berkonsep ‘green package’, yang mengedepankan prinsip ramah lingkungan dari tingkat hulu hingga hilirnya.
Investasi CATL di Proyek Dragon dilakukan lewat Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co Ltd (CBL), usaha patungan bersama dengan Brunp dan Lygend. Dua perusahaan yang disebut terakhir punya keahlian pada pembuatan bahan baku baterai setrum.
Sementara itu, IBC menjadi perwakilan dari sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) yang mengambil bagian pada rencana investasi konsorsium CBL tersebut.
Saham IBC dipegang oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam dengan porsi 26,7%, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebesar 26,7%, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dengan porsi 19,9%, serta PT Pertamina New & Renewable Energy dengan bagian 26,7%.
IBC bersama dengan konsorsium CBL telah menandatangani sejumlah usaha patungan atau joint venture (JV) pada beberapa tahap bisnis baterai EV itu dari sisi hulu atau upstream tambang, antara atau midstream, sampai hilir atau downstream berupa pabrik sel baterai.
Di sisi hulu, terbentuk 3 usaha patungan di antaranya PT Sumber Daya Arindo (SDA), yang mengelola tambang nikel. Antam memegang 51% saham sementara sisanya dipegang afiliasi CBL, Hongkong CBL Limited (HKCBL).
Selanjutnya, usaha patungan di sisi rotary kiln electric furnace (RKEF) dan kawasan industri lewat PT Feni Haltim (PFT), dengan porsi saham Antam 40%.
Sementara itu, Antam memegang saham 30% untuk usaha patungan pabrik hidrometalurgi atau HPAL.
Adapun, usaha patungan lainnya dikerjakan IBC bersama dengan CBL meliputi bahan baku baterai, perakitan sel baterai hingga daur ulang.
IBC cenderung memiliki saham minoritas pada lini kerja sama midstream sampai hilir ini. IBC memegang saham 30% untuk proyek pengolahan bahan baku baterai dan perakitan sel baterai. Sementara itu, IBC mendapat bagian 40% saham untuk usaha patungan di sisi daur ulang baterai.
-- Dengan asistensi Azura Yumna Ramadani Purnama
(wdh)






























