Logo Bloomberg Technoz

Baca juga: Gelombang 'Sell America" Membesar Akibat Prospek nan Suram

"Jangan salah, pasar obligasi akan memberikan suaranya sendiri terhadap ketentuan RUU Anggaran. Sepertinya presiden atau kongres AS tidak akan benar-benar mengurangi defisit secara signifikan," kata George Catrambone, Head of Fixed Income di DWS America, dilansir dari Bloomberg.

Defisit yang meningkat bisa menaikkan risiko gagal bayar. Para pemegang surat utang tentu merasakan ancaman tersebut sehingga mereka meminta yield lebih tinggi lagi dengan melepas surat utang.

Kemerosotan pasar obligasi AS sudah berlangsung sejak beberapa waktu lalu. Sebelumnya, vonis penurunan peringkat utang oleh Moody's Ratings telah membebani prospek Treasury. Kini ditambah kengototan Trump memberikan keringanan pajak seolah mengabaikan kekhawatiran para investor obligasi.

Kombinasi dari kebijakan insentif pajak federal dan daerah yang agresif dengan pengurangan belanja program-program kesejahteraan sosial di AS seperti Food Assistance serta Medicaid, diperkirakan bisa memperlebar defisit fiskal AS hingga mencapai -9% terhadap PDB. 

"Pasar obligasi memberikan peringatan pada pembuat kebijakan bahwa isu keberlanjutan fiskal tidak bisa diabaikan terlalu lama. Bukan hanya pasar obligasi, kini ketakutan juga mencengkaram sentimen risiko dan ekuitas serta kredit pun menjadi perhatian," imbuh Priya Misra, Fund Manager di JPMorgan Asset Management.

Tersaingi JGB

Kejatuhan pamor US Treasury yang selama sekian dekade menikmati status sebagai salah satu aset aman, safe haven, sepertinya juga akan semakin tersaingi dengan lonjakan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang, JGB.

Kenaikan imbal hasil obligasi Jepang tenor 30Y, di mana yield-nya menyentuh yang menyentuh 3,131%, menjadi perhatian pasar obligasi global. Pasalnya, penjualan JGB akan menjadi masalah lebih besar bagi pasar US Treasury.

"Itu menjadi masalah besar bagi pasar UST karena dengan JGB menjadi alternatif menarik bagi investor lokal akan mendorong divestasi lebih lanjut dari aset AS," kata George Saravelos, Head of FX Research Deutsche Bank, dilansir dari Bloomberg.

Yen Jepang menguat ketika yield US Treasury melonjak naik. Hal itu, menurut analis, adalah indikator pasar terpenting yang memperlihatkan bahwa para pemodal global yang waspada telah menarik uang tunai dari pasar Treasury. 

"Yen menguat saat imbal hasil AS naik, kami menganggap ini sebagai bukti bahwa partisipasi asing di pasar Treasury menurun," katanya.

Ketidakpastian ekonomi dan kekhawatiran mengenai pengurangan pembelian obligasi oleh Bank of Japan, bank sentral Negeri Sakura, telah memukul harga surat utang Jepang baru-baru ini dengan yield JGB-30Y menyentuh level tertinggi dalam sejarah sejak pertama kali dijual pada tahun 1999.

Lelang obligasi JGB-20Y pada hari Selasa kemarin juga disambut dingin oleh pasar dengan nilai penawaran masuk terlemah dalam lebih dari satu dekade.

Kini, imbal hasil JGB dinilai sudah berada di level yang mulai menarik bagi para pemodal global, termasuk Vanguard dan RBC Bluebay Asset Management, dengan pembeli domestik berpotensi menyusul masuk ke pasar obligasi Jepang.

Obligasi Jepang mengirimkan sinyal ancaman pada US treasury. Hanya saja, "Investor yang mencari alternatif UST dalam jangka waktu lebi hpanjang harus menyadari potensi terbentuknay perangkap nilai dalam JGB tenor panjang," kata Strategist Morgan Stanley Matius Hornbach.

Ia memperingatkan bahwa JGB kemungkinan akan semakin murah akibat kelebihan pasokan secara struktural dan kurangnya permintaan. 

(rui)

No more pages