Bloomberg Technoz, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa penyaluran pembiayaan kendaraan listrik oleh perusahaan pembiayaan atau multifinance menunjukkan tren positif.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman menyebut, per Maret 2025 outstanding pembiayaan ata EV capai Rp16,63 triliun.
Data ini meningkat 5,65% secara month to month (mtm), dimana angka bulan Februari menunjukkan Rp15,74 triliun. Realisasi terbaru pembiayaan akumulatif atas kendaraan listrik ini memang baru mengambil 3,08% dari total pencapaian di industri.
Namun, OJK memandang potensi pasar multifinance di sektor ini masih terbuka, "seiring dengan rencana pembukaan investasi dalam bentuk pabrik dari manufaktur kendaraan bermotor listrik di Indonesia," kata Agusman dalam keterangannya dikutip Rabu (21/5/2025).
Diketahui, industri kendaraan listrik (EV) tengah mengalami lonjakan popularitas secara global, termasuk di Indonesia. Permintaan akan mobil ramah lingkungan terus meningkat, mendorong berbagai produsen EV untuk berekspansi dan berkompetisi di pasar internasional.
Di Indonesia memiliki tiga perusahaan yang memproduksi mobil listrik dengan total kapasitas produksi sebesar 34.000 unit per tahun dan total investasi Rp2,403 triliun.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, setidaknya terdapat 2 produsen yang telah membangun pabrik dan memulai produksi di Indonesia, yakni Hyundai Motors dan Wuling Motors.
Selain itu, terdapat satu produsen otomotif asal Vietnam, VinFast, memastikan pendirian pabrik kendaraan listrik di RI yang tahap pembangunan awalnya dimulai pada 2024.
Menilik capaian industri pembiayaan, data terakhir menunjukkan nilai outstanding mencapai Rp507 triliun atau secara yoy hanya tumbuh 5,9% hingga Februari 2025, dikutip dari data OJK, tampak melambat apalagi jika kembali ke era emas multifinance yang mampu double digit pada 2023.
Atas realita yang terpampang, OJK mendorong industri pembiayaan untuk melebarkan sektor seperti alat berat, energi terbarukan, dan kendaraan listrik, namun tetap mendukung implementasi manajemen risiko.
(wep)