Sekadar catatan, regulasi perdagangan timah termaktub di dalam Peraturan Bappebti No. 6/2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Bappebti No. 11/2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perdagangan Timah Murni Batangan Melalui Bursa Timah.
Tirta mengatakan, selama ini, harga timah yang diperdagangkan di PT Bursa Berjangka Jakarta atau Jakarta Futures Exchange (JFX) sudah sangat mendekati perkembangan global yang ada di London Metal Exchange (LME).
“Jadi hampir sama, karena kan pasti kalau benar-benar pasarnya sudah likuid, seharusnya harganya pasti akan mengikuti pergerakannya di global juga. Karena kan transaksi kita pun sebenarnya sudah masuk harga global, karena kita juga ekspor. Ekspor terbesar juga.”
Timah dilego di harga US$32.899/ton di LME pagi ini, Selasa (20/5/2025), menguat 0,25%.
Adapun, akhir tahun lalu TINS memproyeksikan harga timah pada 2025 berada di kisaran US$ 29.000/ton—US$ 31.000/ton, alias stagnan dari proyeksi harga yang ditetapkan perseroan untuk 2024.
Perdagangan Domestik
Terkait dengan perdagangan timah untuk pasar domestik, Tirta menyebut selama ini juga sudah diwajibkan melalui bursa berjangka.
“Jadi yang perdagangan di dalam negeri pun juga, walaupun ke industri penggunanya, tetap dicatat juga. Karena memang tujuan awalnya supaya ada equal treatment lah, mau yang ekspor maupun dalam negeri semua tercatat dengan baik di sini [FCX],” kata Tirta.
Dalam rapat terpisah di Komisi VI DPR RI Rabu pekan lalu, PT Timah menyatakan ingin menjual logam timah melalui skema penjualan satu pintu di Indonesia. Hal ini dilakukan agar perseroan dapat menjadi aktor utama pemasok timah dan dapat mengontrol harga di pasar.
“[Mohon] dukungan kebijakan untuk mendorong penjualan timah satu pintu melalui BUMN PT Timah," kata Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Nur Adi Kuncoro.
Dengan berperan sebagai price maker, Nur Adi meyakini PT Timah ke depannya dapat memberikan kenaikan kontribusi bagi penerimaan negara. Lagipula, Indonesia merupakan salah satu produsen timah terbesar di dunia sehingga memiliki posisi kuat untuk mengatur suplai dan harga.
"Kita juga bisa mampu untuk menentukan harga dan harapannya adalah untuk kontribusi di negara Indonesia baik melalui royalti, dividen, dan lain sebagainya," ujarnya.
Sepanjang lima tahun belakangan sampai dengan kuartal I-2025, Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) mencatat nilai ekspor timah tumbuh positif rata-rata 1,65% per tahun. Nilai ekspor tertinggi dicatatkan pada 2021 dengan US$2,43 miliar.
Sepanjang 2024, nilai ekspor timah Indonesia mencapai US$1,42 miliar atau turun 19,96% dari capaian US$1,77 miliar tahun sebelumnya.
Per kuartal I-2025, nilai ekspor timah RI adalah US$0,35 miliar, melesat 237,85% secara year on year (yoy).
Secara volume, ekspor timah RI dalam lima tahun terakhir cenderung turun rata-rata 7,85% per tahun, dengan volume tertinggi dicatatkan pada 2022 sejumlah 77,48 ribu ton.
Pada 2024, volume ekspor timah mencapai 45,42 ribu ton atau anjlok 33,62% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 68,43 ribu ton. Sepanjang kuartal I-2025, volume ekspor timah RI mencapai 11,02 ribu ton, melonjak 189,93% secara yoy.
(wdh)
































