Bloomberg Technoz, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan alasan perubahan jadwal rilis perkembangan ekspor dan impor dari pertengahan bulan menjadi awal bulan karena untuk menjadikan angka tetap sebagai rujukan.
Dengan demikian BPS tidak lagi merilis angka sementara, yang biasanya dikeluarkan setiap tengah bulan.
Plt Kepala Biro Humas dan Hukum BPS Melly Merlianasari mengatakan selama ini ternyata masih ada di antara para pengguna yang tidak mengetahui bahwa angka ekspor impor yang dirilis pada tengah bulan adalah angka sementara.
"Agar angka yang menjadi rujukan adalah angka tetap ekspor dan impor, maka mulai saat ini BPS hanya akan merilis angka tetap untuk ekspor impor. Oleh karenanya, angka tetap ekspor impor akan dirilis pada setiap awal bulan," ujar Melly kepada Bloomberg Technoz, Kamis (15/5/2025).
Selain itu, sekitar 30 provinsi selama ini melakukan rilis ekspor impor pada awal bulan setelah perolehan angka tetap. Sehingga, dengan penggeseran waktu rilis ekspor impor nasional menjadi awal bulan, maka waktu rilis ekspor impor seluruh provinsi dapat dilakukan secara bersamaan.
"Dengan demikian, pengguna data langsung memperoleh angka tetap kinerja ekspor dan impor nasional dan provinsi dalam waktu bersamaan untuk dimanfaatkan lebih lanjut," ujarnya.
Saat ditanya alasan mengapa momentum perubahan jadwal dilakukan pada bulan ini dengan waktu yang mendadak, Melly hanya mengatakan upaya ini murni dilakukan untuk peningkatan kualitas data.
Pada hari ini, Kamis (15/5/2025), BPS secara tiba-tiba memutuskan untuk tidak menggelar konferensi pers Neraca Perdagangan Indonesia per April 2025. Padahal, biasanya data perkembangan ekspor dan impor akan dipublikasikan setiap pertengahan bulan.
Dengan keputusan terbaru, BPS akan merilis angka tetap perkembangan ekspor dan impor di setiap awal bulan atau bersamaan dengan rilis perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK). Dengan demikian, perkembangan ekspor dan impor per April akan disampaikan pada 2 Juni 2025.
Ekonom menilai penundaan pengumuman data neraca perdagangan Indonesia hari ini berpotensi memberi sentimen negatif pada investor dan pelaku usaha.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Telisa Aulia Falianty menilai hal itu menimbulkan preseden buruk dan sentimen negatif ke pasar saham. Tak hanya itu, penundaan rilis data ini juga bisa berdampak buruk pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam jangka pendek.
"Kalau buat ekonom penundaan pengumuman data yang belum pernah terjadi sebelumnya, memang agak kurang bagus persepsinya," jelas Telisa kepada Bloomberg Technoz, Kamis (15/5/2025).
Padahal, kalangan ekonom memproyeksi neraca perdagangan Indonesia akan kembali mencatatkan surplus pada April 2025, meskipun nilainya lebih kecil dibandingkan bulan sebelumnya.
Kepala Ekonom Bank Pertama Josua Pardede memproyeksikan surplus perdagangan Indonesia diperkirakan akan menyusut pada April 2025, dipengaruhi oleh liburan Idulfitri.
“Neraca perdagangan diperkirakan tetap surplus, meskipun mengalami perlambatan dari US$4,33 miliar pada Maret 2025 menjadi US$3,10 miliar pada April 2025,” ujar Josua kepada Bloomberg Technoz, dikutip Kamis (15/5/2025).
Konsensus Bloomberg menghasilkan median proyeksi untuk neraca perdagangan April surplus US$2,73 miliar. Jika terwujud, maka lebih rendah dari posisi Maret yang surplus US$ 4,33 miliar.
Akan tetapi, surplus perdagangan pada April akan membuat neraca perdagangan Indonesia selalu positif selama 60 bulan beruntun. Artinya, surplus neraca perdagangan tidak putus dalam 5 tahun terakhir.
(ain)
































