Gegara RI & Myanmar, Harga Timah Bisa Pecah Rekor Tahun Ini
Rezha Hadyan
25 May 2023 14:25

Bloomberg Technoz, Jakarta – Harga timah dunia diproyeksi makin menguat pada tahun ini, seiring dengan potensi gangguan pasok akibat berbagai kebijakan yang menghambat ekspor konsentrat mineral logam dari Indonesia dan Myanmar.
Para periset BMI –lembaga riset Fitch Solutions, bagian dari Fitch Ratings– memperikrakan sentimen moratorium ekspor sebagian konsentrat mineral oleh Indonesia per Juni 2023 bakal mengerek harga timah tahun ini dari perkiraaan awal US$20.000/ton menjadi US$25.000/ton.
Selain akibat kebijakan di Indonesia, pasok dan harga timah dipengaruhi kelompok milisi Wa di Myanmar, yang pada 16 April 2023 mengumumkan penangguhan kegiatan penambangan timah mulai Agustus. Mereka bertujuan untuk memproteksi cadangan sumber daya yang tersisa setelah bertahun-tahun penambangan.
Menurut data USGS, Myanmar merupakan produsen timah terbesar ketiga dunia dengan perkiraan cadangan sebesar 700 kiloton (ky) atau 15% dari total cadangan timah global. Produsen timah nomor wahid adalah China dengan cadangan 800 kt, disusul Indonesia dengan 720 kt.
“Asosiasi Timah Internasional telah memperingatkan [kebijakan Myanmar] dapat mengancam hampir 10% pasok konsentrat timah dunia. Selain itu, Indonesia –eksportir timah terbesar dunia– telah mengumumkan larangan ekspor timah batangan mulai Juni 2023, meski hal ini belum dikonfirmasi,” papar BMI dalam laporan yang dilansir Kamis (25/5/2023).

Baca Juga
Sentimen kebijakan Indonesia dan Myanmar telah mengerek harga timah ke level US$25.451/ton per 19 Mei 2023, dan para periset Fitch memprediksi tren kenaikan akan terus terjadi hingga akhir tahun ini.
Bagaimanapun, permintaan timah ditaksir masih akan terus melemah sepanjang tahun ini di tengah memburuknya berbagai indikator ekonomi dan tingkat inflasi di berbagai negara, yang berbanding lurus dengan lesunya permintaan terhadap produk elektronik; yang notabene pangsa pasar utama komoditas timah.
“Tim Konsumer kami mengestimasikan permintaan jangka pendek, 2022—2023, tidak akan sekencang 2021. Permintaan yang melemah ini memberikan kelegaan bagi pembuat cip dan perusahaan elektronik di tengah perjuangan mereka melawan isu rantai pasok dan meningkatnya biaya produksi,” tulis laporan tersebut.
Atas dasar tersebut, BMI memperkirakan pertumbuhan konsumsi timah hanya akan mencapai 0,3% year on year (yoy) pada 2023, dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan tahun lalu sebesar 0,5% yoy.

Prospek Jangka Panjang
Menurut proyeksi BMI, harga timah akan tetap melaju dengan tren kenaikan cukup kuat dalam dekade mendatang. Meski sedikit turun dari level spot pada 2023, harga timah akan tetap meningkat secara historis dan sedikit lebih tinggi untuk mencapai US$45.000/ton pada 2032.
Proyeksi tersebut lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan rata-rata harga pada 2016—2020 senilai US$18.729/ton.
“Kami perkirakan permintaan timah tumbuh kuat, menurunkan surplus pasar dari 2024 dan seterusnya. Di sisi suplai, pipa tipis proyek penambangan timah akan mengencangkan pasar konsentrat timah, yang menyebabkan meningkatnya persaingan antarpabrik peleburan.”
Di sisi permintaan, penggunaan timah secara global diestimasikan meningkat pesat akibat penggunaan logam dalam elektronik, terutama untuk kendaraan listrik dan panel surya. Hal ini akan memperkuat status timah sebagai komoditas masa depan.
“Ada risiko naik dan turun pada proyeksi kami. Sisi baiknya, peningkatan permintaan timah kemungkinan akan menguat dari China Daratan pada semester II-2023 dan akan mendorong harga timah ke level yang lebih tinggi dari perkiraan kami,” papar BMI.
Demikian pula, peningkatan pasok timah di China Daratan yang lebih lambat dari perkiraan dapat mengakibatkan harga timah tetap lebih tinggi dari perkiraan analis pada tahun ini
“Sisi negatifnya, penguatan dolar AS lebih lanjut, dan pelemahan permintaan global dari apa yang kami harapkan saat ini akan memaksa harga lebih rendah dari sebelumnya tingkat Covid.”
(wdh)