Ketertarikan Thailand pada usaha patungan Alaska dipandang sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan investasi di AS guna menangkal rencana pemerintahan Trump untuk mengenakan tarif tinggi sebesar 36% pada ekspor negara tersebut.
Bangkok, yang tengah bersiap untuk memulai negosiasi dengan Washington, telah mengidentifikasi gas alam, bahan baku petrokimia, dan komoditas pertanian sebagai produk AS yang akan lebih banyak diimpornya guna membantu mengurangi kesenjangan perdagangan.
Kepemilikan saham di proyek Alaska juga akan membantu Thailand sebagai importir energi bersih untuk mengamankan pasokan terjamin di tengah menipisnya cadangan gas di Teluk Thailand.
Penurunan produksi lokal telah mendorong negara tersebut untuk meningkatkan impor LNG dalam beberapa tahun terakhir.
Tahun lalu, gas alam menyumbang 58% dari bauran pembangkit listrik Thailand. Produksi domestik hanya mencapai sekitar 60% dari 4.500 juta kaki kubik standar per hari yang dibutuhkan Thailand, dengan sisanya bersumber dari impor LNG dan pasokan dari ladang gas di Myanmar.
Opsi yang Layak
Dengan maraknya kendaraan listrik dan investasi dalam kecerdasan buatan serta pusat data yang haus daya yang kemungkinan akan meningkatkan permintaan listrik, proyek Alaska mungkin menjadi "opsi masa depan yang layak" untuk listrik yang terjangkau, kata Prasert Sinsukprasert, sekretaris tetap di Kementerian Energi, yang memimpin delegasi ke Alaska awal pekan ini.
Delegasi tersebut membahas peluang perdagangan dan investasi LNG dengan Gubernur Alaska Mike Dunleavy dan para eksekutif dari Alaska Gasline Development Corp. yang dikelola negara dan Glenfarne Group, yang mendukung proyek tersebut.
Tim Thailand juga mencakup para eksekutif perusahaan energi milik negara PTT Pcl, Otoritas Pembangkit Listrik Thailand, dan Electricity Generating Pcl — semuanya adalah perusahaan pengirim LNG berlisensi di Thailand.
Perusahaan-perusahaan tersebut telah diinstruksikan untuk berdiskusi lebih lanjut dengan mitra mereka di AS mengenai potensi kesepakatan impor, kata kementerian tersebut.
Namun, proyek Alaska menghadapi rintangan besar, dan belum mengamankan investasi mengikat atau perjanjian pembelian apa pun meskipun ada beberapa minat dari pemerintah di Asia yang mencari cara untuk menangkal ancaman tarif Trump. Proyek ini telah diusulkan dalam berbagai bentuk selama beberapa dekade.
Tidak seperti fasilitas serupa di Pantai Teluk AS, proyek ini akan berskala besar, yang membutuhkan pembangunan jaringan pipa yang membentang sejauh 800 mil (1.287 kilometer).
Gubernur Dunleavy mengatakan bahwa dukungan Trump terhadap proyek tersebut akan memastikannya selesai.
(bbn)