Melalui sambungan telepon, Varinder Jeet Singh, pemimpin senior dari Partai Bharatiya Janata yang berkuasa di Jammu, mengaku melihat "kilatan cahaya di langit," yang diikuti dengan pemadaman listrik di kota tersebut.
Aksi militer ini menandai hari kedua permusuhan antara kedua negara yang berseteru tersebut. India memulai serangan pada Rabu terhadap yang disebutnya sebagai target teroris di Pakistan, sebagai balasan atas serangan 22 April yang menewaskan 26 warga sipil di wilayah Kashmir yang dikuasai India.
Serangan terhadap sembilan target tersebut, yang menurut tentara Pakistan menewaskan 31 warga sipil, merupakan pelanggaran terbesar terhadap wilayah Pakistan sejak perang tahun 1971.
Pada Kamis sebelumnya, Pakistan mengklaim telah menembak jatuh pesawat nirawak India, sedangkan India mengaku telah mencegat pesawat nirawak dan rudal dari Pakistan.
Eskalasi permusuhan ini memicu kekhawatiran akan memburuknya konflik antara kedua negara, yang telah berperang telah lama atas wilayah Kashmir yang disengketakan, wilayah yang diklaim sepenuhnya oleh kedua negara, tetapi hanya dikuasai sebagian.
Saham-saham Pakistan anjlok pada Kamis, memicu trading halt atau penangguhan perdagangan. Sementara rupee India mengalami penurunan intraday terbesar dalam tiga tahun terakhir.
Menteri Pertahanan Pakistan Khawaja Muhammad Asif mengatakan serangan terhadap India kini berpotensi besar terjadi. Dia mengatakan kepada saluran ARY News, keputusan Pakistan untuk membalas tidak bergantung pada apakah India akan menyerang.
Pada Rabu, Pakistan mengatakan telah menembak jatuh lima jet tempur India. Sehari setelahnya, mereka mengaku telah mencegat beberapa pesawat nirawak di atas kota-kota padat penduduk, seperti Lahore dan Rawalpindi.
Menurut tentara Pakistan, drone-drone tersebut merupakan Harop buatan Israel, yang disebut sebagai drone kamikaze yang membawa bahan peledak ke target mereka dan menghancurkan diri saat diledakkan.
AS dan negara-negara besar dunia lainnya meminta kedua belah pihak untuk menahan diri. Presiden Donald Trump mengatakan pada Rabu setelah serangan saling balas, "semoga mereka bisa berhenti sekarang."
Dalam wawancara dengan Fox New pada Kamis, Wakil Presiden JD Vance mengatakan, "kami ingin hal ini mereda secepat mungkin."
"Yang dapat kami lakukan adalah mencoba mendorong orang-orang ini untuk sedikit meredakan ketegangan, tetapi kami tidak akan terlibat di tengah-tengah perang yang pada dasarnya bukan urusan kami dan tidak ada hubungannya dengan Amerika untuk mengendalikannya," ujarnya.
"Tugas diplomasi, dan juga tugas para pemimpin berkepala dingin di India dan Pakistan, adalah memastikan ini tidak menjadi perang nuklir."
Sebelumnya pada Kamis, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio berbicara dengan Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif dan Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar, menyerukan de-eskalasi dalam konflik tersebut.
Rubio "menyatakan dukungan AS untuk dialog langsung antara India dan Pakistan dan mendorong upaya-upaya berkelanjutan untuk meningkatkan komunikasi," kata kantornya melalui pernyataan tertulis setelah panggilan telepon dengan Jaishankar.
Terakhir kali kedua pihak nyaris berperang habis-habisan pada tahun 2019, setelah seorang pengebom bunuh diri menewaskan 40 anggota pasukan keamanan India.
India lalu menyalahkan Pakistan dan membalasnya sekitar dua minggu kemudian dengan serangan udara pertamanya di wilayah Pakistan sejak tahun 1971. Pakistan membalas dengan menembak jatuh pesawat jet India dan menangkap pilotnya, yang kemudian dibebaskan. Ketegangan mereda segera setelahnya.
(bbn)
































