"Orang Rusia mengenang pengorbanan mereka dalam Perang Dunia II dengan rasa ngeri dan kebanggaan," ujar sejarawan Rusia Andrey Zubov, yang kini menjadi dosen tamu di Universitas Masaryk, Brno, Republik Ceko. "Tapi peringatan yang dilakukan Putin hanyalah dalih untuk membenarkan agresi saat ini. Kalau dia berhasil menaklukkan Ukraina dalam dua minggu, tak akan ada ajakan kembali pada Perang Dunia II. Karena dia gagal, dia mencoba bersandar padanya."
Putin mengumumkan gencatan senjata selama tiga hari di Ukraina mulai Kamis untuk memperingati Hari Kemenangan, setelah menolak upaya Presiden AS Donald Trump untuk mencapai kesepakatan damai dalam 100 hari pertama masa jabatannya. Kebuntuan itu membuat frustrasi pemerintahan Trump, yang mengancam akan menarik diri dari perundingan dan mempertimbangkan sanksi baru terhadap Rusia jika kesepakatan tidak segera tercapai.
Wacana pertemuan puncak antara Trump dan Putin, yang sempat direncanakan berlangsung di Arab Saudi, kini meredup seiring mandeknya proses negosiasi damai. Tak ada tindak lanjut pula dari wacana saling berkunjung yang sempat dibicarakan dalam percakapan telepon mereka Februari lalu.
Rusia telah mengundang Duta Besar AS untuk Moskow, Lynne Tracy, ke parade 9 Mei, meskipun belum dipastikan apakah ia akan hadir, kata penasihat kebijakan luar negeri Kremlin, Yuri Ushakov, kepada wartawan.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan bahwa Ukraina tidak dapat menjamin keamanan para pejabat asing yang hadir dalam parade tersebut. Ia menyerukan gencatan senjata selama 30 hari, namun belum menyatakan akan membalas gencatan senjata 72 jam yang diumumkan oleh Putin.
Fico, satu-satunya pemimpin Uni Eropa yang akan hadir, mengeluhkan bahwa Estonia menolak memberi izin pesawatnya melintasi wilayah udara menuju Rusia. Dalam pernyataan video, ia menyebutnya sebagai “upaya sengaja untuk menggagalkan kunjungannya ke Moskow” dan menyatakan sedang mencari solusi.
Sementara itu, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev membatalkan rencana kunjungannya ke Moskow untuk menghadiri peringatan di dalam negeri. Presiden Laos Thongloun Sisoulith juga batal hadir karena terinfeksi Covid-19, menurut kantor berita Tass yang mengutip Ushakov.
Putin dan Xi dijadwalkan menggelar pertemuan bilateral pada Kamis. Pasukan China juga akan berbaris bersama tentara Rusia di Lapangan Merah pada Jumat, sebagai simbol terbaru dari hubungan "tanpa batas" yang diumumkan kedua pemimpin sebelum invasi ke Ukraina dimulai.
Pasukan dari 13 negara akan ikut serta dalam parade tersebut, meskipun tentara Korea Utara tidak termasuk di antaranya, ujar Ushakov. Hal ini disampaikan tak lama setelah Putin berterima kasih kepada Korea Utara yang mengirim tentara untuk membantu pasukan Rusia mengusir pasukan Ukraina dari wilayah perbatasan Kursk.
Sementara Eropa memperingati kemenangan Perang Dunia II pada 8 Mei 1945, penyerahan resmi Nazi Jerman baru berlaku pada 9 Mei dini hari di Moskow. Pada 2023, Zelensky menandatangani undang-undang yang mengalihkan tanggal peringatan Ukraina ke 8 Mei, agar selaras dengan sekutu-sekutu Eropa.
Menjelang gencatan senjata yang diumumkan Putin, Rusia dan Ukraina terus melancarkan serangan udara ke ibu kota masing-masing. Moskow dan wilayah sekitarnya mengalami tiga kali serangan drone Ukraina dalam sepekan. Pejabat Rusia juga menyatakan bahwa akses internet di Moskow mungkin akan dibatasi sebagai bagian dari pengamanan, dan beberapa warga melaporkan gangguan saat latihan parade berlangsung.
Pemerintahan Trump menyatakan bersedia mengakui wilayah Krimea—yang dicaplok Rusia dari Ukraina pada 2014—sebagai milik Rusia. AS juga mengusulkan penghentian perang berdasarkan garis depan saat ini, yang secara efektif memberikan Moskow kendali atas wilayah Ukraina yang didudukinya. Sanksi ekonomi besar-besaran terhadap Rusia juga akan dilonggarkan, dan AS telah menyetujui permintaan Putin agar Ukraina meninggalkan ambisinya untuk bergabung dengan NATO.
Pihak berwenang Rusia menilai bahwa “keunggulan ada di pihak mereka” dan tidak tergesa-gesa mencapai kesepakatan, ujar Mikhail Vinogradov, kepala lembaga think-tank St. Petersburg Politics Foundation.
“Rusia siap menyelesaikan konflik secara politik asalkan kepentingannya dipenuhi,” kata Andrey Sushentsov, dekan Fakultas Hubungan Internasional di Universitas MGIMO, Moskow. “Namun Rusia juga siap meraih tujuannya dengan kekuatan militer, terlepas dari tekanan eksternal.”
Putin bersikeras agar Rusia memperoleh kendali penuh atas empat wilayah di Ukraina timur dan selatan yang sebagian masih belum dikuasai dalam kesepakatan apa pun untuk mengakhiri perang.
“Rusia tampaknya tetap teguh pada rencana maksimalisnya di Ukraina,” kata Maria Snegovaya, peneliti senior di Center for Strategic and International Studies. “Langkah paling mungkin yang diambil Putin adalah menunda-nunda negosiasi demi menghindari kemarahan Trump, sembari terus meningkatkan tekanan terhadap Ukraina.”
Survei terbaru dari Levada Center, lembaga independen di Moskow, menunjukkan sekitar 60% warga Rusia mendukung perundingan damai, sementara 30% lainnya ingin perang berlanjut, menurut direktur Denis Volkov. Meski rasa lelah publik terhadap perang meningkat, mayoritas masyarakat masih percaya keputusan soal negosiasi sepenuhnya ada di tangan Putin.
“Otoritas Rusia melakukan segala cara untuk mempertahankan kesan kehidupan normal,” kata Volkov. “Bagi sebagian besar masyarakat, konflik ini mulai menghilang dari latar depan kehidupan sehari-hari.”
(bbn)































