Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah kemungkinan akan kembali tertekan dalam perdagangan di pasar spot hari ini, di tengah lanskap pasar global yang cenderung gamang pasca pernyataan less dovish dari Jerome Powell, Gubernur Federal Reserve, ketika mengumumkan keputusan FOMC dini hari tadi.
Tekanan kemungkinan masih akan dihadapi oleh rupiah menjelang rilis data posisi cadangan devisa Indonesia pada April, ketika rupiah mengalami guncangan hebat hingga menyentuh level terlemah dalam sejarah di Rp16.957/US$.
Indeks dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 0,4% kemarin walau masih di bawah 100. Pagi ini, pergerakan indeks yang mengukur kekuatan the greenback terhadap enam mata uang utama dunia itu masih melanjutkan penguatan dengan bergerak di kisaran 99,81.
Di pasar offshore, rupiah NDF jadi terimbas. Kontrak rupiah forward di bursa New York dini hari tadi ditutup melemah 0,5% di level Rp16.542/US$. Pagi ini pada sesi Asia, rupiah NDF bergerak melemah di Rp16.580/US$.
Posisi rupiah offshore itu lebih lemah dibanding level penutupan rupiah spot kemarin di Rp16.536/US$, memberi sinyal pelemahan akan berlanjut hari ini dalam transaksi spot.
Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, pergerakan valuta bervariasi. Baht, won serta ringgit masih melemah terhadap dolar AS. Sementara yen, yuan offshore serta dolar Singapura dan dolar Hong Kong masih menguat melawan dolar AS.
Powell dalam pernyataannya usai mengumumkan keputusan FOMC menahan suku bunga kebijakan di level 4,5%, enggan memberikan petunjuk akan peluang penurunan bunga acuan The Fed ke depan. Malahan, The Fed menggarisbawahi peningkatan risiko inflasi serta tingkat pengangguran.
The Fed menilai ketidakpastian prospek ekonomi ke depan sudah meningkat lebih besar di mana risiko pengangguran kini lebih tinggi di tengah potensi inflasi yang juga meningkat.
Meski sesuai ekspektasi, petunjuk Powell membuat para traders semakin terdorong mengurangi harapan akan pemangkasan bunga acuan lebih banyak tahun ini. Kini, pasar memperkirakan hanya akan ada tiga kali penurunan bunga Fed Fund Rate tahun ini. Dolar AS pun mendapatkan angin lagi dengan merangkak naik.
Di sisi lain, pasar masih mendapatkan optimisme dari perkembangan rencana negosiasi dagang antara Tiongkok dan AS. Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer melakukan perjalanan akhir pekan ini ke Swiss untuk mengadakan perundingan dagang dengan China.
Awal negosiasi antara kedua negara ini akan dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri China He Lifeng. Ini akan menjadi pembicaraan dagang pertama yang dikonfirmasi antara kedua negara sejak Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif yang luar biasa tinggi pada Tiongkok.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi lanjut melemah menuju area Rp16.550/US$ sampai dengan Rp16.580/US$, dengan mencermati support terkuat rupiah pada Rp16.600/US$.
Sementara trendline terdekat pada time frame daily menjadi resistance psikologis paling potensial kembali pada level Rp16.500/US$. Kemudian, target penguatan optimis lanjutan untuk dapat kembali menguat ke level Rp16.440/US$.
Selama nilai rupiah bertengger di atas Rp16.600/US$ usai tertekan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah hingga Rp16.650/US$.
Sebaliknya apabila terjadi penguatan hingga Rp16.500/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus menguat hingga balik ke Rp16.400/US$.

Cadangan devisa
Dari dalam negeri, pasar hari ini akan menunggu rilis data posisi cadangan devisa Indonesia pada April yang diperkirakan akan cukup banyak tergerus mengingat guncangan yang melanda rupiah selama bulan tersebut.
Rupiah sempat ambles hingga menyentuh level terlemah dalam sejarah pada bulan lalu, walau akhirnya mengurangi pelemahan pada penutupan bulan seiring kembalinya asing berbelanja di pasar surat utang pemerintah.
Dalam pernyataan terakhirnya, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Erwin Hutapea mengatakan, rupiah masih dibayangi risiko global seputar tarif juga ketegangan geopolitik yang baru saja pecah antara India dan Pakistan.
"Kami masih tetap di pasar untuk menstabilkan rupiah. BI akan menjaga likuiditas yang memadai di psar valas seiring dengan antisipasi musim pembayaran dividen dan utang luar negeri jatuh tempo sampai Juni nanti," kata Erwin.
Cadangan devisa pada akhir Maret menyentuh level rekor tertinggi dalam sejarah di posisi US$ 157,08 miliar kendati pada pengujung bulan tersebut rupiah terhantam gejolak pasar.
Penerapan kebijakan penempatan wajib Devisa Hasil Ekspor (DHE) ditengarai memberikan penguatan pada suplai valas di dalam negeri, selain juga didukung oleh tambahan likuiditas dari penarikan utang valas pemerintah.
-- update penambahan analisis teknikal.
(rui)