“Kabar soal pengecualian dan penundaan tarif mendorong sentimen pasar. Alhasil, harga emas turun,” ujar Yuxuan Tang, Strategist di JPMorgan Private Bank.
Namun, lanjut Tang, biasanya harga emas cepat bangkit setelah koreksi. Sebab, investor akan kembali melirik emas setelah harganya sudah ‘murah’.
Sepanjang 2025 (year-to-date), harga emas melesat 26,5%. Dalam setahun terakhir, harga meroket 42,02%.
Analisis Teknikal
Setelah turun pekan ini, bagaimana prediksi harga emas untuk minggu depan? Apakah makin anjlok, atau bisa bangkit seperti apa yang dikatakan Tang?
Secara teknikal dengan perspektif mingguan (weekly time frame), emas masih nyaman di zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 79,78.
RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish. Namun hati-hati, karena RSI di atas 70 menjadi sinyal sudah jenuh beli (overbought).
Hawa overbought makin terasa dengan indikator Stochastic RSI yang sudah mencapai 94,18. Di atas 80, sudah jenuh beli.
Oleh karena itu, sepertinya fase konsolidasi harga emas belum rampung. Pekan depan, ada kemungkinan harga bakal turun lagi.
Cermati pivot point di US$ 3.293/troy ons. Jika tertembus, maka harga emas berisiko menguji support di kisaran US$ 3.201-3071/troy ons.
Adapun target resisten terdekat adalah US$ 3.343/troy ons. Penembusan di titik ini berpotensi mengangkat harga emas ke rentang US$ 3.356-3.410/troy ons.
Target paling optimistis atau resisten terjauh adalah US$ 3.425/troy ons.
(aji)































