Bloomberg News - Puluhan tastemaker atau pencetus tren asal China belum lama ini berkumpul di Shanghai untuk menghadiri pameran eksklusif yang diselenggarakan oleh Mytheresa.com GmbH di kawasan Bund yang bersejarah.
Mereka minum anggur dan makan malam dengan para penata gaya dan eksekutif saat empat desainer China yang sedang naik daun bicara soal inspirasi di balik gaun bordiran tangan dan blazer yang dijahit rapi di acara itu.
Ketika acara khusus untuk klien papan atas adalah hal biasa di pusat mode di seluruh dunia, yang membedakan acara ini adalah anak-anak muda yang hadir. Dengan hampir semuanya lahir di tahun 1990-an ke atas.
Konsumen di China sudah menjadi salah satu yang paling berpengaruh di dunia, menguasai sekitar seperlima atau US$325.4 miliar pasar barang mewah global menurut perkiraan PwC. Rata-rata klien di China berusia 29 tahun, lima tahun lebih muda dari negara-negara lain. Menurut data dari platform ritel online barang mewah Farfetch Ltd, mereka menghabiskan US$800 per minggu, atau 30% lebih banyak dari negara lain di dunia.
Para Gen-Z yang gila belanja akan mendorong China ke posisi paling atas sebagai negara pembelanja tertinggi di dunia pada tahun 2025, mengalahkan AS dan Eropa, menurut PwC.
Meskipun hal tersebut membuat merek asing berlomba untuk mendapatkan pangsa pasar yang menguntungkan, mereka menghadapi risiko tinggi dari para pembelanja muda. Pengangguran kamu muda semakin melonjak, pemulihan ekonomi menunjukkan tanda-tanda kehilangan momentum. Konsumen muda menuntut pengalaman khusus atas penawaran pasar yang menggairahkan bagi orang tua mereka.
"Perubahan besar seteah pandemi bisa saya bilang adalah pelanggan China yang mulai menghargai layanan dan pengalaman yang dipersonalisasi lebih dari sebelumnya," kata Judy Liu, presiden Greater China di Farfetch. "Pelanggan China lebih muda, mereka juga punya kemampuan belanja yang lebih tinggi. Mereka juga merupakan kelompok pelanggan yang sangat canggih."

Merek-merek ternama mulai mendekati para pembeli domestik. LVMH Moet Hennessy Louis Vuitton SE mengalihkan sumber daya dari Hong Kong untuk fokus ke China.
Sementara Hermes International telah membuka sejumlah toko baru atau merenovasi toko-toko mereka yang telah ada beberapa tahun terakhir. Mytheresa mendirikan kantor Asia pertamanya di Shanghai musim panas lalu untuk memberikan layanan belanja pribadi setelah para pembeli tak bisa ke luar negeri karena adanya pembatasan di China akibat pandemi.
Merek-merek mewah asing lainnya juga meningkatkan upaya untuk menjangkau kaum muda China yang sebagian besar menghabiskan waktu mereka untuk online. Mereka yang membeli produk PradaSpA tertentu selama Tahun Baru Imlek di Januari diberikan akses ke karya seni digital eksklusif, sementara streaming langsung busana LVMH di Tiongkok menarik 270 juta penonton secara online.
"Merek-merek mewah tak hanya meluncurkan produk, tetapi juga menawarkan layanan yang lebih luas untuk membantu konsumen," yang lebih memilih kesenangan dan gaya hidup sehat daripada membeli barang dalam jumlah besar, kata Joann Cheng CEO Lanvin Group Holdings Ltd.
Beberapa perusahaan telah melakukan diversifikasi ke produk rumahan, seperti minyak aromaterapi, dan bahkan berinvestasi di hotel, katanya.
Sun Aoyu, seorang mahasiswa berusia 21 tahun asal China yang berkuliah di Swedia, mengaku telah menghindari barang-barang trendy di pasaran, dan sejak awal pandemi ia mulai mengalihkan untuk pakaian dan sepatu ke dekorasi rumah dan peralatan olah raga mewah.
"Dulu mungkin saya tergelitik untuk membeli sesuatu yang terlihat bagus, tetapi setelah COVID-19 saya lebih fokus pada perasaan dan pengalaman untuk saya sendiri," katanya. "Saya hanya membeli barang dari merek yang membantu saya mengekspresikan diri, bukan membeli sesuatu untuk dipamerkan."

Gen-Z, yang merupakan anak-anak kelahiran 1995 ke atas, diperkirakan oleh China Renaissance mengalami peningkatan pengeluaran empat kali lipat dibandingkan 2019, menjadi 16 triliun yuan (USD $2,3 triliun) pada tahun 2035. Walaupun begitu, tetap saja anak muda super kaya pun tak sepenuhnya terhindar dari lingkungan ekonomi nasional yang mulai menampakkan meroketnya pengangguran hingga prospek kerja yang tak pasti.
Ji Zhengyang, mahasiswa keuangan berusia 22 tahun di Chongqing, mengaku bisa menghabiskan lebih dari 100.000 yuan setahun untuk membeli barang-barang mewah. Walaupun orang tuanya masih mendukung secara finansial, namun ia secara drastis memotong pengeluaran dalam setahun terakhir dan kini lebih suka membeli jam tangan, yang menurutnya lebih bisa digunakan untuk investasi daripada pakaian.
"Saya masih berbelanja barang mewah ketika benar-benar menemukan sesuatu yang cocok untuk saya. Tapi saya tidak lagi menjadi pembelanja yang aktif ketika terus menerus mendapatkan informasi buruk soal pasar kerja," katanya. "Konsumi akan secara otomatis menjadi lebih konservatif ketika melihat harapan yang lebih rendah untuk masa depan."

Walaupun demikian, industri tetap optimis para pembelanja besar asal China akan bertahan menghadapi badai ekonomi apapun. Beberapa pelanggan Mytheresa bahkan akan pergi ke Eropa dalam beberapa bulan mendatang untuk mengunjungi pabrik-pabrik merek mewah dan makan malam dengan desainer papan atas.
Sementara Farfetch berencana memperluas basis pelanggannya ke kota-kota yang tingkatannya lebih rendah dan berharap sektor ini kembali tumbuh tahun ini.
"Pelanggan teratas tumbuh lebih cepat pada kuartal sebelumnya, dan kesenjangan antara mereka dan pelanggan tetap melebar," di tengah pelemahan ekonomi global yang lebih merugikan kelas menengah daripada orang-orang kaya, ujar Michael Kliger CEO Mytheresa. "Klien teratas memiliki selera belanja yang lebih besar."
(bbn)