Awalnya, LGES berkomitmen untuk menanamkan investasi pada proyek Titan, dengan nilai proyek mencapai US$7,7 miliar (sekitar Rp129,84 triliun asumsi kurs saat ini).
Proyek Titan merujuk pada komitmen investasi penghiliran bijih nikel LGES bersama dengan Indonesia Battery Corporation (IBC).
Sebelum konsorsium bubar, LGES berencana untuk berinvestasi dari sisi tambang sampai smelter bersama dengan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM). Perusahaan tambang pelat merah ini ikut menggenggam 25% saham IBC.
Sisanya, saham IBC lainnya dipegang oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), PT Pertamina New & Renewable Energy dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), masing-masing menghimpit 25%.
Selanjutnya, kerja sama konsorsium LGES bersama dengan IBC bakal berlanjut pada pabrik bahan baku baterai sampai bagian hilir perakitan baterai hingga ekosistem daur ulang.
Hanya saja, LGES belakangan memutuskan hengkang dari komitmen investasi penghiliran bijih nikel tersebut. Pengumuman resmi LGES disampaikan pada Jumat (18/4/2025), mengutip alasan “perubahan kondisi pasar” sebagai faktor utama di balik keputusan mereka.
“Setelah mempertimbangkan dengan saksama lanskap pasar EV global yang terus berkembang, kami telah memutuskan bahwa proyek khusus ini tidak lagi sejalan dengan prioritas strategis kami,” ujar juru bicara LGES melalui pernyataan resmi, dikutip Senin (21/4/2025).
Meski mundur dari Proyek Titan, LG Energy Solution mengklarifikasi bahwa operasi mereka yang ada di Indonesia akan terus berlanjut tanpa terpengaruh.
Proyek Omega, atau pabrik baterai Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power, usaha patungan dengan Hyundai Motor Group yang didirikan pada tahun 2022, dipastikan akan mempertahankan jadwal produksinya.
Dugaan mundurnya LG karena pengesahan RUU TNI sebelumnya ramai diberitakan oleh media lokal di Korsel serta mengemuka dalam cuitan dan utasan warganet di media sosia X.
Salah seorang warganet @primawansatrio menyebut perusahaan Korsel seperti Hyundai Motor Co, LGES, dan EcoPro yang telah berinvestasi besar-besaran di sektor kendaraan listrik dan baterai di Indonesia, sangat khawatir tentang implikasi RUU TNI tersebut.
“Undang-undang [TNI] baru dapat menyebabkan peraturan yang lebih ketat dan mengurangi manfaat pajak, berdampak pada operasi mereka. Ini bukan tanpa alasan, karena negara mereka punya masa lalu yang serupa, jadi kemungkinan mengerti suasananya,” kata Prima dikutip Selasa (22/4/2025).
Dalam perkembangan lain, media lokal Korea Selatan, New Daily, pada akhir bulan lalu juga pernah melaporkan investor Negeri Ginseng mengalami kegelisahan akibat ketidakpastian politik di Indonesia.
Seperti diketahui, banyak perusahaan Korsel telah berinvestasi di industri kendaraan listrik dan baterai seperti Hyundai Motor Company, LGES, dan EcoPro. Mereka tertarik membangun industri di Indonesia selaku produsen nikel terbesar di dunia.
Menurut pemberitaan media tersebut, investor Korsel mengkhawatirkan sejumlah aturan akan diperketat karena personel militer bakal diizinkan untuk merangkap jabatan di sejumlah lembaga pemerintah. Aturan tersebut disinyalir dapat berdampak pada perusahaan Korsel yang beroperasi di Tanah Air.
Di sisi lain, kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG) juga dinilai akan mengurangi manfaat pajak yang diberikan kepada perusahaan asing untuk mengamankan anggaran dalam negeri.
(mfd/naw)

































