Terlebih, lanjut China saat ini tengah jorjoran memacu produksi kebutuhan batu bara untuk pembangkit domestik dengan skala mencapai 5 miliar ton per tahun.
Situasi kelimpahan pasokan yang menekan permintaan Negeri Panda itu telah membuat harga batu bara jatuh belakangan ini.
Harga batu bara Newcastle berjangka terjun di bawah US$97/ton pada April, turun lebih dari 20% tahun ini ke level terendah dalam hampir empat tahun, di tengah latar belakang pasokan yang terus melimpah di antara para produsen utama dunia.
Arsal mengatakan, saat harga batu bara di ICE New Castle terpelanting di bawah US$100/ton, PTBA menyiapkan langkah penting untuk mendiversifikasi ekspor ke luar pasar tradisional di India dan China.
“Baru-baru ini kita masuk ke Vietnam. Pada kuartal I-2025, [ekspor] kita maish terjaga dan kita bisa memenuhi permintaan dari kegiatan ekspor.”
Efek HBA
Dia pun menegaskan kebijakan mandatori penggunaan harga batu bara acuan (HBA) untuk kegiatan ekspor tidak memengaruhi kegiatan penjualan batu bara perseroan ke luar negeri.
Terlebih, menurutnya, pergerakan harga acuan dalam HBA dan Indonesian Coal Index (ICI) tidak jauh berbeda.
“Mudah-mudahan pelaku pasar bisa menerima ini [penggunaan HBA untuk batu bara yang diekspor RI] dan mendukung apa yang direncanakan pemerintah,” ujarnya.
PTBA membukukan pendapatan Rp42,76 triliun pada 2024, tumbuh 11% secara anual. Pertumbuhan ditopang oleh ekspor yang mencapai 20,26 juta ton atau melesat 30% dari tahun sebelumnya.
Adapun, penjualan batu bara domestik PTBA pada 2024 juga naik 6% secara tahunan menjadi 22,64 juta ton. Total penjualan pada tahun lalu mencapai 42,89 juta ton atau tumbuh 16% secara anual.
Penjualan batu bara PTBA didominasi oleh pasar domestik sebesar 53% dan ekspor 47%.
(wdh)






























