Selain itu, menurut dia, aset-aset milik Indonesia yang terseret dalam putusan tersebut seharusnya mendapat perlindungan dari Prancis; sebagai objek diplomatik sesuai Konvensi Wina. Dengan begitu, aset diplomatik suatu negara di luar negeri seharusnya tidak boleh disita oleh pihak swasta.
“Jika penyitaan ini tetap dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi hubungan diplomatik internasional," ujar dia.
Menanggapi keberatan yang disampaikan oleh Yusril, pihak Prancis menyatakan seluruh informasi terkait telah disampaikan kepada pengadilan, termasuk konfirmasi dari Kementerian Luar Negeri Prancis bahwa aset yang disita adalah properti diplomatik Pemerintah Indonesia.
Menurut pihak Prancis, pengadilan memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengajukan banding dengan sidang yang dijadwalkan pada Mei mendatang.
"Kami akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan keberatan, sanggahan, dan bantahan atas keputusan pengadilan tersebut. Kami berharap pengadilan dapat mempertimbangkan fakta-fakta yang ada dan membatalkan keputusan yang telah diambil sebelumnya," ucap Yusril.
Pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris juga telah menunjuk pengacara Prancis yang berpengalaman dalam menangani kasus penyitaan aset negara, untuk menghadapi persidangan tersebut. Dalam hal ini, Yusril menyatakan pihaknya akan turut memberikan keterangan dalam persidangan nanti.
“Kami telah menunjuk pengacara yang pernah menangani kasus serupa bagi negara Kongo, dan saat ini kami yakin beliau dapat membantu membela kepentingan Pemerintah Indonesia di pengadilan Prancis," ujar dia.
Selain itu, Yusril menegaskan pemerintah telah mengambil langkah hukum di dalam negeri terkait kasus Navayo, yakni berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menangani dugaan fraud dalam perjanjian antara Navayo dengan Kementerian Pertahanan.
“Dugaan fraud ini telah dikemukakan dalam persidangan Arbitrase Singapura, namun langkah hukum pidana tetap diperlukan untuk menangani kasus ini lebih lanjut," ujar dia.
Yusril sendiri telah meminta Kejagung agar menetapkan tersangka terhadap pihak Navayo International AG dan mengajukan red notice ke Interpol. Hal tersebut terjadi akibat terkait kasus sengketa pengadaan satelit antara Navayo dengan Kemhan pada tahun 2016.
(azr/frg)






























