CreditSights, bagian dari Fitch Group, menilai PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) hingga PT Indika Energy Tbk (INDY) justru akan lebih diuntungkan dari rencana penyesuaian tarif royalti batu bara yang lebih rendah karena memegang lisensi IUPK. Indika kemungkinan tidak terpengaruh oleh royalti IUP yang diusulkan lebih tinggi dari IUPK.
“Kami mengakui saat ini situasinya masih dinamis, tetapi untuk saat ini, kami menyambut baik prospek royalti batu bara yang lebih rendah bagi Indika yang dapat mendukung margin dan kemampuan pendanaan belanja modal hijau dengan lebih baik,” ujar analis CreditSights Lakshmanan R dalam laporannya.
Lebih jauh, Lakshmanan berpandangan tarif royalti pertambangan yang lebih tinggi dapat menghambat laju perluasan kapasitas hilir di seluruh Indonesia. Hal ini pada gilirannya berbenturan dengan fokus hilirisasi komoditas pertambangan dalam jangka panjang di Tanah Air.
Kebijakan tarif ini disebut akan menghambat inisiatif pertumbuhan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) dan energi terbarukan Indonesia, yang ambisius karena bergantung pada perluasan hilir Indonesia khususnya tembaga dan nikel.
“Secara keseluruhan, kami yakin perkembangan ini dapat membuat investor berhati-hati terhadap ketidakpastian peraturan yang terus berlanjut di sektor logam dan pertambangan Indonesia,” tutur Lakshmanan.
Kementerian ESDM akhir pekan lalu menyampaikan usulan penyesuaian tarif royalti komoditas minerba. Untuk batu bara, tarif royalti diusulkan naik 1% untuk HBA ≥ US$ 90 sampai tarif maksimum 13,5%.
Sementara itu, tarif royalti pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) 14%—28% dengan perubahan rentang tarif (Revisi PP No. 15/2022). Semula tarif progresif menyesuaikan HBA, sementara tarif PNBP IUPK sebesar 14%—28%.
(mfd/wdh)





























