“Kita telah beralih dari euforia pasar ke kekhawatiran akan resesi,” kata Gina Bolvin, Presiden Bolvin Wealth Management Group. “Ini adalah pasar yang sangat dipengaruhi oleh berita. Segalanya bisa berubah dalam hitungan jam. Tetap tenang dan bersiaplah. Kita akhirnya mengalami koreksi pasar yang sudah lama dinantikan, dan investor jangka panjang akan mendapatkan imbal hasilnya.”
Investor juga mengamati pergerakan indeks S&P 500 yang mendekati level penting—penutupan di bawah rata-rata pergerakan 200 hari, yang belum terjadi sejak November 2023.
“Ada pepatah di Wall Street: ‘Tidak ada hal baik terjadi di bawah rata-rata pergerakan 200 hari,’” kata Callie Cox dari Ritholtz Wealth Management. “Di antara banyak ungkapan aneh di industri ini, ini adalah salah satu yang harus Anda perhatikan. Koreksi pasar cenderung semakin cepat dan pergerakan harga menjadi lebih tajam di zona bahaya.”
Pada perdagangan terakhir, indeks S&P 500 turun 2,7%, Nasdaq 100 anjlok 3,8%, sementara Dow Jones Industrial Average merosot 2,1%. Saham Tesla Inc jatuh 15%, sementara Nvidia Corp menarik turun indeks produsen chip ke level terendah sejak April.
Imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun turun sembilan basis poin ke 4,21%, sementara dolar AS naik 0,2%. Sekitar 10 perusahaan dengan peringkat kredit tinggi menunda penerbitan obligasi di AS pada hari Senin (10/03/2025). Harga minyak juga turun ke level terendah dalam enam bulan.
Di tengah sentimen pasar global yang negatif, investor China daratan justru mencatat pembelian saham Hong Kong dalam jumlah tertinggi sepanjang sejarah. Saham teknologi terus mengalami lonjakan, didorong oleh perkembangan model kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan oleh startup DeepSeek, yang dianggap sebagai terobosan besar di industri ini.
Kondisi ini menandai perubahan mendadak dalam pasar global, di mana dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi AS dianggap lebih tangguh dibandingkan negara lain. Namun, tekanan ekonomi yang terus meningkat kini menggoyahkan anggapan bahwa AS memiliki ketahanan ekonomi yang luar biasa.
Dan Wantrobski dari Janney Montgomery Scott menilai ketidakpastian makroekonomi global semakin tinggi, yang berkontribusi pada aksi jual saham AS. “Selain potensi gangguan geopolitik, kita juga menghadapi isu inflasi, pertumbuhan ekonomi yang melambat, serta risiko resesi yang semakin diperparah oleh perang tarif,” ujarnya.
David Bahnsen, Kepala Investasi di The Bahnsen Group, menambahkan bahwa ancaman tarif justru bisa lebih berbahaya dibanding penerapannya.
“Saya tidak yakin pemerintahan saat ini tahu bagaimana kebijakan tarif ini akan berjalan,” kata Bahnsen. “Namun, jika saya harus bertaruh, tarif ini kemungkinan akan berlangsung cukup lama untuk merusak aktivitas ekonomi selama satu hingga dua kuartal, sebelum akhirnya terjadi kesepakatan baru dengan negara lain yang membuat kita bertanya-tanya mengapa semua ini harus terjadi.”
Ia juga mencatat bahwa jika perpanjangan pemotongan pajak serta reformasi pajak tambahan dapat disahkan melalui rekonsiliasi anggaran lebih cepat, dampak negatif kebijakan tarif bisa dikurangi.
(bbn)





























