“Saya rasa tidak akan sampai memengaruhi secara komersial, karena [smelter nikel di Indonesia] sedang dalam dalam perang pembangunan dan itu masih banyak. Jadi kalau pun GNI hengkang, [investor smelter] yang lain juga masih ada,” tuturnya.
Haykal memperkirakan ‘perang konstruksi’ smelter nikel di Indonesia bisa mengompensasi serapan bijih nikel yang ditinggalkan oleh Gunbuster.
Hanya saja, dia menggarisbawahi, akar masalah gangguan produksi smelter PT GNI masih belum diketahui secara pasti; apakah akibat persaingan investasi smelter nikel yang terlalu ketat di Indonesia, faktor eksternal, atau faktor internal perusahaan akibat miskalkulasi.
“Manakala ada salah satu perusahaan yang mengalami stagnasi atau bahkan tutup, maka [investor] lain akan menggantikan. Saya pikir itu wajar dalam kondisi nikel yang sekarang memang sedang turun tren harganya,” kata Haykal.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Indonesia Mining Association (IMA) atau Asosiasi Pertambangan Indonesia Djoko Widayanto membenarkan kabar bahwa smelter PT GNI—yang beroperasi di Morowali Utara, Sulawesi Tengah — terancam tutup.
“Benar adanya. Menurut laporan terbaru, GNI telah memangkas produksi nikel secara signifikan dan menghadapi kesulitan dalam memperoleh bijih nikel akibat penundaan pembayaran kepada pemasok lokal,” ujarnya.
Selain itu, kata Djoko, kejatuhan Jiangsu Delong beberapa bulan lalu turut memengaruhi operasional smelter nikel PT GNI di Indonesia.
Sebelumnya, PT GNI juga pernah mengalami insiden kebakaran di fasilitas smelter-nya pada Desember 2023, yang menewaskan dua pekerja operator alat berat.
“Dengan kondisi keuangan yang memburuk dan tantangan operasional lainnya, GNI menghadapi risiko penutupan pabrik,” ujarnya.
Kabar gangguan produksi hingga risiko penutupan operasi smelter PT GNI—yang memiliki investasi sekitar US$3 miliar — pertama kali diberitakan oleh Bloomberg, mengutip sumber-sumber yang mengetahui isu tersebut. Namun, hingga kini pihak Gunbuster belum memberikan tanggapan.
Menurut catatan Kementerian ESDM per akhir 2024, Indonesia bakal memiliki 190 pabrik pemurnian atau smelter nikel, terdiri dari 54 smelter yang sudah beroperasi, 120 yang sedang tahap konstruksi, dan 16 dalam tahap perencanaan.
Dari 190 smelter tersebut, hanya 8 atau 9 di antaranya yang memiliki teknologi berbasis hidrometalurgi atau high pressure acid leach (HPAL) dan sisanya berbasis pirometalurgi atau rotary kiln-electric furnace (RKEF).
Adapun, kebutuhan bijih nikel diperkirakan mencapai 200.000 ton untuk 54 smelter yang saat ini sudah beroperasi. Sementara itu, cadangan nikel Indonesia saat ini 5,3 miliar ton
Dengan asumsi 190 smelter bakal beroperasi dan kebutuhan bijih nikel bakal meningkat 3 kali lipat, Kementerian ESDM mengkhawatirkan industri nikel rawan selesai dalam 4—5 tahun ke depan bila tidak ada tambahan cadangan.
Untuk diketahui, PT GNI merupakan perusahaan pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih nikel yang berdiri sejak 2019.
Smelter RKEF Gunbuster juga masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 7/2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional, dan tergabung dalam proyek bersama Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI)
Operasi GNI terletak di di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Dengan menggunakan teknologi pirometalurgi, smelter GNI memiliki kapasitas produksi 1,9 juta NPI per tahun.
Perusahaan menghasilkan produk feronikel yang kemudian diolah menjadi bahan baku yang digunakan untuk produksi baja nirkarat dan industri besi paduan nikel.
PT GNI juga berkolaborasi dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam, yang merupakan anggota holding badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).
Kerja sama tersebut dilakukan dengan adanya perjanjian pendahuluan atau head of agreement (HoA) kedua perusahaan dengan 1 perusahaan lain bernama Alchemist Metal Industry Pte Ltd pada Mei 2021, yakni untuk pengembangan bisnis smelter di kawasan Konawe Utara dan Morowali Utara.
Selain GNI, Jiangsu Delong juga memiliki 2 unit bisnis lainnya di Indonesia, yakni Obsidian Stainless Steel (OSS) dan VDNI di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Smelter GNI melengkapi lini produksi yang sebelumnya dilakukan di smelter OSS, yang merupakan smelter penghasil feronikel dengan kapasitas produksi 2,2 juta ton/tahun dan billet stainless steel dengan kapasitas produksi 3 juta ton/tahun.
Sementara itu, VDNI merupakan smelter penghasil feronikel dengan kapasitas produksi 1 juta ton/tahun.
Kemenko Perekonomian melaporkan OSS, VDNI, dan GNI secara total telah menggelontorkan investasi senilai US$8 miliar, dengan penyerapan tenaga kerja lebih kurang 27.000 orang.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi dan Pramesti Regita Cindy
(wdh)
































