“Saat saya melihat Eropa hari ini, saya tidak yakin apa yang terjadi pada para pemenang Perang Dingin,” ujarnya.
Pidatonya sebagian besar disambut dengan keheningan, hanya sesekali mendapat tepuk tangan di aula yang penuh sesak. Beberapa upayanya untuk menyelipkan humor pun tidak berhasil. Namun, di dalam negeri, pidato ini kemungkinan akan mendapat respons positif dari Trump dan para pendukungnya.
Di AS, Trump dan sekutunya juga kerap mengecam regulasi terhadap media sosial, menudingnya sebagai upaya membungkam suara konservatif. Pernyataan Vance pun sejalan dengan retorika kelompok sayap kanan di Eropa, yang menentang pembatasan kebebasan berekspresi di internet dan mengkritik upaya membatasi pengaruh mereka.
Eropa Tersentak
Pidato Vance datang di tengah ketegangan antara AS dan Eropa, terutama setelah Trump mengubah kebijakan luar negeri terhadap Ukraina serta berencana memberlakukan tarif perdagangan yang luas pada April mendatang. Keputusan ini disebut sebagai respons terhadap hambatan perdagangan yang diterapkan Uni Eropa.
Pada Jumat (14/02/2025), Vance menyatakan keprihatinannya terhadap apa yang ia sebut sebagai “kemunduran Eropa dari nilai-nilai fundamentalnya.” Ia membandingkan keputusan kontroversial untuk membatalkan hasil pemungutan suara di Rumania dengan praktik era komunis. Ia juga menuding upaya Jerman dalam membatasi pengaruh partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) sebagai tindakan antidemokrasi. Selain itu, ia meremehkan kekhawatiran tentang campur tangan Rusia dalam pemilu.
Menurut kantor Wapres AS, Vance juga bertemu dengan Alice Weidel, kandidat kanselir dari AfD, yang dikenal dengan platform anti-Uni Eropa dan kebijakan anti-imigrasi. Dukungan terhadap AfD dari miliarder sekaligus penasihat Trump, Elon Musk, sebelumnya telah memicu kemarahan di Jerman.
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengkritik pertemuan Vance dengan Weidel serta isi pidatonya melalui unggahan di media sosial X, menyebutnya sebagai ancaman terhadap “benteng perlindungan terhadap partai-partai ekstrem kanan” di Jerman.
Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth pekan ini juga menegaskan bahwa negara-negara anggota NATO harus meningkatkan anggaran pertahanan mereka hingga 5% dari PDB, meskipun ia menghindari pembicaraan tentang apakah AS juga akan memenuhi target tersebut.
Hegseth juga menegaskan bahwa fokus utama AS adalah melindungi wilayahnya sendiri dan mencegah perang dengan China. Oleh karena itu, ia mendesak negara-negara Eropa untuk meningkatkan upaya mereka dalam menjaga keamanan benua, termasuk dalam mendukung Ukraina.
Vance akhirnya menyinggung perang Ukraina dalam pertemuan terpisah dengan Presiden Volodymyr Zelenskiy.
“Kami ingin perang ini segera berakhir. Kami ingin pembunuhan dihentikan. Tetapi kami juga menginginkan perdamaian yang abadi, bukan perdamaian yang akan kembali memicu konflik di Eropa Timur dalam beberapa tahun ke depan,” kata Vance.
Nada pidato pemerintahan Trump yang semakin tajam terhadap Eropa diperkirakan akan memperkuat ketegangan antara AS dan sekutu-sekutunya di benua tersebut.
Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius menanggapi langsung pernyataan Vance dalam panel diskusi terpisah. Saat menyimpang dari teks pidato yang telah disiapkan, ia mendapat tepuk tangan meriah dari hadirin.
“Ia berbicara tentang kehancuran demokrasi, dan jika saya tidak salah mengerti, ia membandingkan situasi di beberapa bagian Eropa dengan rezim otoriter,” ujar Pistorius. “Hadirin sekalian, pernyataan itu tidak dapat diterima.”
Sebelum pidato Vance, pejabat Jerman sudah merasa frustrasi dengan pernyataan pemerintahan Trump pekan ini bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO, tidak akan mendapatkan kembali wilayahnya yang diduduki Rusia, dan tidak akan menerima pasukan penjaga perdamaian dari AS.
Pejabat Rumania juga terkejut dengan komentar Vance, terutama setelah mereka menganggap hubungan dengan AS tetap positif dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Emil Hurezeanu.
Vance juga menyinggung pernyataan Thierry Breton, mantan komisaris Uni Eropa, yang sebelumnya mendukung keputusan kontroversial di Rumania dan menyebut bahwa langkah serupa mungkin diperlukan di Jerman.
Menurut Vance, komentar seperti itu mencerminkan ketidaksukaan terhadap pemilih Eropa, terutama mereka yang kecewa dengan partai-partai mapan dan mulai beralih ke kelompok anti-kemapanan.
“Jika Anda takut pada pemilih sendiri, tidak ada yang bisa dilakukan Amerika untuk membantu Anda,” kata Vance. “Begitu pula sebaliknya, tidak ada yang bisa Anda lakukan untuk rakyat Amerika yang memilih saya dan Presiden Trump.”
(bbn)





























