Logo Bloomberg Technoz

Stagnasi Ekonomi Kian Panjang, RI Butuh Sumber Pertumbuhan Baru

Ruisa Khoiriyah
05 February 2025 15:15

Pekerja beraktivitas di DHL Express Servicepoint, Senin (29/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto
Pekerja beraktivitas di DHL Express Servicepoint, Senin (29/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024, stagnan dengan capaian 5,03%, melambat dibanding tahun 2023 sebesar 5,05% dan masih di bawah target yang ditetapkan Pemerintah RI sebesar 5,2%.

Menilik pengeluaran, konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun lalu dengan distribusi mencapai 54,04% dan capaian pertumbuhan sebesar 4,98% pada 2024. Pada saat yang sama, Pembentukan Modal Bruto Tetap (PMTB) atau arus investasi memberi sumbangan terbesar kedua dengan distribusi mencapai 29,15% dan pertumbuhan mencapai 4,61%. Dua komponen tersebut mencetak kinerja lebih baik dibanding 2023.

Namun, sejatinya data tersebut juga menegaskan, bahwa perekonomian domestik masih gagal kembali ke kondisi sebelum Pandemi Covid-19. Sebagai perbandingan, pada 2019, konsumsi rumah tangga mampu tumbuh 5,04% dan memberikan sumbangan PDB hingga 56,62%. Begitu juga PMTB dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 32,33%.

Ekonomi Indonesia terjebak stagnasi sekuler dengan pertumbuhan tak bergerak dari 5% (Riset Bloomberg Technoz)

Dampak pandemi, ditambah periode panjang pengetatan moneter global yang berimbas pada suku bunga domestik, didahului oleh deindustrialisasi prematur yang diduga telah menyeret kejatuhan kelas menengah, menjadi kombinasi buruk yang membuat perekonomian Indonesia terlihat stuck. Segitu-gitu saja.

Pada 2024, kontribusi industri pengolahan makin susut terhadap PDB, yakni tinggal 18,98% meski mencatat pertumbuhan lebih baik dibanding tahun lalu yaitu mencapai 4,42%. Sumbangan industri manufaktur terhadap PDB yang kian mengecil pada 2024, memperpanjang periode penyusutan kontribusi sektor pengolahan, di luar terjadinya kontraksi pada 2020 lalu. Sebagai perbandingan, pada 2011 lalu, kontribusi industri ini terhadap PDB masih sebesar 23%.