Logo Bloomberg Technoz

“Keunggulan dari strategi ini juga pemerintah tidak perlu repot untuk mengatur masalah distribusi melalui pangkalan atau pengecer karena melalui apa pun, warga yang berhak akan tetap mendapatkan subsidinya, tinggal dia memilih mau membeli di mana,” kata Ardhi saat dihubungi, Rabu (5/2/2025). 

Warga membawa tabung LPG 3 kg (gas melon) di Kemanggisan, Palmerah, Jakarta, Selasa (4/2/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Kelola Kuota

Kedua, pemerintah bisa memperbaiki tata kelola LPG 3 Kg dengan strategi kuota dan mengatur rantai pasok sampai ke tingkat pengecer untuk mengontrol harga. Strategi ini tetap menggunakan sistem kuota seperti yang saat ini sudah dilakukan pemerintah.

Hanya saja, pemerintah perlu mempersiapkan teknologi penyaringan pembeli seperti melalui aplikasi tertentu yang dapat mengidentifikasi kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), atau tanda pengenal lain, serta mencocokkannya dengan data penerima yang berhak.

Aplikasi tersebut harus dimiliki oleh setiap penjual—seperti pangkalan atau sub-pangkalan/pengecer — yang mendistribusikan LPG 3 Kg.

Pengecer LPG bersubsidi harus mendaftarkan diri melalui aplikasi ini sehingga ketika mereka membeli barang dari pangkalan atau penyalur lain, penyalur tersebut dapat memindai data mereka. Begitu juga pengecer saat menjualnya ke konsumen akhir (enduser), mereka harus memindai tanda pengenal konsumen tersebut.

“Melalui aplikasi ini lah bisa terdeteksi kapan, di mana, dan kepada siapa LPG bersubsidi sudah tersalurkan,” ujarnya. 

Selain itu, mitra pemerintah dalam distribusi subsidi LPG seperti Pertamina perlu untuk melakukan pelatihan kepada pegawai di tiap titik-titik distribusi.

Ardhi menggarisbawahi pemerintah perlu memastikan tidak ada penimbunan dan pengoplosan yang dilakukan oleh oknum masyarakat.

“Prasyarat kedua strategi tersebut yakni data yang updated dan komprehensif, komunikasi publik yang tepat dan rasional,” ucap Ardhi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya mengungkapkan bahwa sebanyak 370.000 pengecer yang terdaftar di aplikasi Pertamina otomatis naik status menjadi sub-pangkalan. Mereka sudah dibolehkan kembali menjual LPG 3 Kg setelah sempat dilarang sejak 1 Februari 2025.

Dengan mengubah pengecer menjadi sub-pangkalan, Bahlil yakin pemerintah akan lebih mudah mengendalikan peredaran dan harga pasaran LPG 3 Kg lantaran sistemnya terpantau melalui Pertamina.

Dia juga menggarisbawahi pengecer tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk bisa naik tingkat menjadi sub-pangkalan demi bisa menjual LPG 3 Kg.

“Saya menyadari bahwa ini kan barang baru. Pasti ada penyesuaian. Nanti sambil kita melihat perkembangan beberapa waktu ke depan, sudah pasti kita akan melakukan asistensi,” ujarnya, Selasa (4/2/2025).

“Akan tetapi, penataan ini penting kami lakukan sebagai bentuk cinta kami kepada rakyat agar uang negara yang disubsidi itu betul-betul tepat sasaran. Jangan ditikung di belakang.”

Diketahui, Bahlil baru saja bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto kemarin usai karut-marut distribusi LPG 3 Kg bersubsidi, yang merupakan buntut kebijakan larang jual di pengecer sejak 1 Februari 2025.

Bahlil mengatakan Presiden menitahkan agar seluruh program subsidi tepat sasaran dapat dikelola dengan lebih baik, tanpa mengorbankan apa yang menjadi kebutuhan rakyat, termasuk soal LPG.

“Jadi [rakyat] harus dapat [LPG]. Jangan jauh-jauh, kata Bapak Presiden. Makanya kita ubah dari yang tadinya belinya di pangkalan, sekarang kita aktifkan pengecer dengan mengubah nama menjadi sub-pangkalan, dengan kita memberikan fasilitas teknologi.”

(mfd/wdh)

No more pages