Sabar menerangkan bahwa medsos X (dulu bernama Twitter) menjadi aplikasi yang paling banyak terpapar konten judol. Jumlahnya tercatat 1.429.063 selama periode 2016–21 Januari 2025.
Tak luput, Sabar turut menjelaskan bahwa Komdigi telah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memberantas judi online. Komdigi juga memiliki tim khusus untuk pengendalian konten yang bekerja 7 hari 24 jam dalam seminggu.
Tim pengendalian bertugas melakukan patroli siber konten internet ilegal, pemblokiran konten internet ilegal, menerima aduan masyarakat, menerima aduan korporasi, melakukan rilis dan penanganan hoaks, menerima aduan cek rekening hinggs aduan hoaks.
Oleh sebab itu, dirinya tetap mengingatkan bahwa, "praktik judol membawa risiko bagi pelakunya, seperti kecanduan, kerugian finansial, dampak psikologi, bahaya keamanan data pribadi dan risiko lainnya yang merugikan."
Untuk diketahui, deposit terkait judi online dari catatan PPATK mencapai Rp33,09 triliun pada rekening bank dan Rp 8,37 triliun e-wallet. Beberapa pelaku bahkan menggunakan uang hasil pemberian bantuan sosial atau bansos sekitar Rp1,2 triliun untuk judi online.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana pada awal November tahun lalu mengungkapkan, pada kuartal I 2024 perputarannya mencapai Rp110 triliun. Hingga akhir 2024 perputaran uang judi online akan mencapai Rp404 triliun, prediksi Ivan, naik 23% dari periode sebelumnya.
Terjadi kenaikan permintaan dan penawaranjudi online sejak datangnya pademi tahun 2020.
Sebagai gambaran, tahun 2017 uang berputar Rp2,01 triliun, 2018 Rp3,98 triliun, 2019 Rp6,85 triliun, 2020 Rp15,77 triliun, 2021 Rp57,91 triliun, 2022 Rp104,42 triliun, terakhir pada 2023 Rp327,05 triliun.
PPTAK turut mencatat, sebanyak 197.540 anak dengan rentang usia 11-19 tahun terlibat judi online dengan nilai transaksi Rp293,4 miliar.
(wep)