Dia juga menginginkan agar tim kurator—yang terdiri dari Deni Ardiansyah, Nur Hidayat, Fajar Romy Gumilar, dan Nurma Candra Yani Sadikin — melaksanakan asas keberlanjutan usaha atau going concern.
"Kita masih berharap ada komunikasi yang baik dari kurator dan manajemen, serikat pekerja juga, agar kita mencari solusi yang terbaik," ujar Yassierli. "Harapan kita seperti itu."
Sebelumnya, para tim kurator memastikan tidak akan menerapkan upaya going concern kepada Sritex.
Penolakan tersebut dilakukan lantaran tim kurator hingga saat ini belum menemukan sejumlah alasan berdasarkan hukum yang jelas dalam upaya melanjutkan kelangsungan usaha tersebut.
"Kurator belum dapat menemukan alasan-alasan yang berdasarkan hukum sehingga perlu diadakannya going concern," ujar tim kurator dalam keterangannya, dikutip Rabu (15/1/2025).
Selain itu, lanjut tim kurator, para debitur pailit—dalam hal ini manajemen Sritex Group — dinilai melakukan tindakan yang tak kooperatif dan tak transparan dalam memberikan informasi kepada tim kurator.
Hal tersebut bertentangan dan melanggar Undang-undang (UU) tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pasal 98.
Tindakan tidak kooperatif dan transparan tersebut juga terlihat, berdasarkan penelusuran dilapangan, pabrik debitur masih tetap beroperasi seperti seolah tak terjadi kepailitan.
Kemudian, ketika tim kurator berusaha untuk mengecek bahan baku dan stok hasil produksi, ternyata masih sangat berlimpah.
"Going concern yang menjadi isu dan habisnya bahan baku untuk produksi, ternyata hanyalah bualan belaka yang disampaikan, senyatanya mereka memiliki stok bahan baku yang berlebih," tuturnya.
(ibn/wdh)





























