Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Istilah YONO, singkatan dari You Only Need One, belakangan menjadi tren di kalangan Generasi Z (kelahiran 1997-2012). Istilah ini muncul sebagai respons terhadap YOLO (You Only Live Once) yang lebih dulu populer. 

Jika YOLO mengajarkan untuk menikmati hidup dengan mengejar kebahagiaan sesaat, YONO menawarkan pendekatan berbeda yang lebih minimalis dan berkelanjutan.

YONO mulai dikenal luas di Korea Selatan sekitar pertengahan tahun lalu. Istilah ini mengajarkan konsumsi yang bertanggung jawab dan mementingkan kebutuhan dibandingkan keinginan. Dengan arti harfiah "Anda hanya butuh satu," konsep ini mendorong generasi muda untuk memprioritaskan keberlanjutan dalam gaya hidup mereka.

Perbedaan YONO dan YOLO

YOLO: Menikmati Hidup Sebanyak Mungkin

Cover Pemuda Gen Z Daerah Antre Beli Rumah (Arie Pratama/Bloomberg Technoz)

YOLO mengajarkan untuk memanfaatkan hidup dengan mengejar kebahagiaan dan kesenangan. Filosofi ini sering dikaitkan dengan gaya hidup konsumtif, seperti membeli barang-barang mewah atau melakukan perjalanan yang sebenarnya tidak esensial. Slogan "hidup hanya sekali" menjadi pemicu utama di balik keputusan impulsif ini.

Namun, pendekatan YOLO sering kali dikritik karena kurang memperhatikan aspek keberlanjutan, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Ketika krisis ekonomi global melanda, gaya hidup YOLO mulai diragukan relevansinya.

YONO: Minimalis dengan Fokus pada Keberlanjutan

Di sisi lain, YONO justru mengedepankan konsumsi yang bijak. Filosofi YONO berfokus pada kebutuhan esensial dan menekan pembelian barang-barang yang tidak diperlukan. Misalnya, daripada membeli pakaian murah yang mudah rusak, pengikut YONO akan memilih pakaian berkualitas tinggi yang tahan lama.

Lebih dari itu, YONO juga menekankan pentingnya keberlanjutan lingkungan. Membeli barang ramah lingkungan, mendaur ulang, atau memilih barang bekas adalah langkah nyata dalam mendukung filosofi ini.

Mengapa YONO Populer di Kalangan Gen Z?

Ilustrasi Gen Z. (Envato/ FlamingoImages)

Tren YONO berkembang seiring dengan krisis ekonomi global. Generasi muda mulai sadar bahwa konsumsi berlebihan tidak lagi relevan di tengah kondisi ekonomi yang menantang, seperti inflasi tinggi dan suku bunga yang naik. Dalam situasi ini, banyak orang mulai memprioritaskan kebutuhan esensial dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu.

Lebih dari sekadar hemat, YONO menginspirasi gaya hidup yang berorientasi pada masa depan. Konsep ini relevan dengan nilai-nilai Generasi Z yang lebih peduli pada isu-isu lingkungan dan keberlanjutan.

Kesamaan YONO dengan Frugal Living dan Minimalisme

Filosofi YONO memiliki banyak kesamaan dengan konsep Frugal Living dan gaya hidup minimalis. Ketiganya menekankan pentingnya menghindari konsumsi berlebihan dan memprioritaskan kebutuhan. Namun, YONO memiliki ciri khas tersendiri, yaitu menempatkan keberlanjutan sebagai prioritas utama.

Sebagai contoh:

  1. Frugal Living: Berfokus pada penghematan biaya tanpa memedulikan aspek lingkungan.

  2. Minimalisme: Mendorong pengurangan barang yang tidak perlu untuk hidup lebih sederhana.

  3. YONO: Menggabungkan penghematan dan minimalisme dengan keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.

Cara Menerapkan Gaya Hidup YONO

Zibo, destinasi hits untuk Gen Z di China (Sumber: Bloomberg)

Jika Anda tertarik untuk memulai gaya hidup YONO, berikut beberapa langkah praktis:

  1. Prioritaskan Kualitas Barang
    Pilih barang berkualitas tinggi yang tahan lama. Meski awalnya mahal, barang ini akan lebih hemat dalam jangka panjang.

  2. Dukung Produk Ramah Lingkungan
    Utamakan produk yang dapat didaur ulang atau berbahan dasar alami.

  3. Belanja Barang Bekas
    Membeli barang bekas tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga mengurangi limbah.

  4. Batasi Pembelian Impulsif
    Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan.

  5. Kurangi Pemakaian Barang Sekali Pakai
    Gunakan produk reusable, seperti botol minum stainless steel atau tas belanja kain.

(seo)

No more pages