"Kami tahu, saat kami berinvestasi pada mereka, mereka memberikan pengalaman pelanggan yang luar biasa," kata Sara Kelly, Kepala Divisi Sumber Daya Manusia Starbucks. "Fokus kami adalah menjadi pekerjaan terbaik yang tak tertandingi di sektor ritel," tambahnya.
Menurut Kelly, perubahan kebijakan ini muncul berdasarkan masukan dari pekerja. Orang tua yang tidak melahirkan termasuk pasangan, mitra domestik, atau mereka yang menerima anak melalui adopsi, ibu pengganti, atau menjadi orang tua asuh jangka panjang.
Serikat pekerja Starbucks Workers United, yang mewakili sekitar 5% pekerja ritel perusahaan, menyatakan bahwa kebijakan cuti ini merupakan salah satu isu yang dibahas selama negosiasi bulan lalu. Kedua pihak masih merancang kerangka kerja untuk potensi kontrak baru.
"Selama bertahun-tahun, Starbucks memberikan dua kali lipat cuti orang tua kepada karyawan kantor dibandingkan pekerja ritel," kata Michelle Eisen, barista sekaligus pemimpin serikat pekerja. "Kami bangga atas kemenangan ini untuk semua barista."
Manfaat yang Langka
Menurut JUST Capital, lembaga yang melacak dan memberi peringkat manfaat perusahaan, hanya 2% perusahaan ritel yang mengungkap kebijakan mereka menawarkan durasi cuti melahirkan dengan gaji dibayar penuh setara dengan Starbucks. Sebagian besar perusahaan memberikan kurang dari 12 minggu cuti.
Starbucks kerap mempromosikan gaji dan tunjangan yang diberikan, termasuk asuransi kesehatan, biaya kuliah, dan saham perusahaan. Barista paruh waktu yang bekerja rata-rata 20 jam per minggu pun memenuhi syarat untuk tunjangan ini.
Niccol, yang berpengalaman dalam industri restoran, berkomitmen mengisi 90% posisi kepemimpinan ritel dari kandidat internal. Namun, kenaikan gaji berikutnya untuk barista akan lebih kecil dibanding tahun lalu akibat laporan keuangan yang lebih lemah dari perkiraan. Kenaikan gaji ini tidak didasarkan pada performa individu, melainkan pada daya saing pasar dan hasil bisnis. Karyawan kantor juga terkena dampak, dengan hanya menerima 60% dari bonus mereka.
(bbn)
