Bloomberg Technoz, Jakarta - Perubahan status Bulog (Persero) dari sebelumnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi badan otonom pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto akan dilaksanakan pada 2026.
Direktur Utama Bulog Wahyu Suparyono mengatakan wacana perubahan tersebut nantinya juga akan mengubah skema pendanaan yang akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kalau bisa lebih cepat, jangan lama-lama. Kalau bisa lebih cepat. Nanti konsepnya itu kita dapat APBN, ujar Wahyu saat ditemui di Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Melalui APBN itu, Wahyu mengatakan fungsi Bulog nantinya akan tetap akan menjaga stabilitasi komoditas pangan melalui petani langsung. Komoditas tersebut meliputi beras, jagung, hingga gula.
Pada 2025, kata Wahyu, Bulog masih akan tetap berada di bawah Kementerian BUMN. Hal itu sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Pemerintah (RKAP) Kementerian BUMN 2025, yang masih mengamanatkan Bulog sebagai Perum, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2015.
"Jadi kita sebagai operator tetap jalan. Kalau enggak, nanti berhenti dong penyerapan gabah, penyerapan beras? Setelah itu BUMN tetap jalan, tapi tim transformasi nanti akan dibentuk dengan Keppres [Keputusan Presiden]. Konsepnya sudah kita siapkan," ujar Wahyu.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan rencana perubahan tersebut dilakukan sejalan dengan titah Prabowo dalam mencapai swasembada pangan pada 2027.
"Untuk mencapai swasembada pangan itu, maka fungsi Bulog harus kembali, harus transformasi lembaganya, gak bisa komersial lagi," ujar Zulhas, sapaan akrabnya.
Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya juga mengatakan setuju dengan adanya wacana untuk mengubah Perum Bulog (Persero) menjadi badan pemerintah.
Hal ini dilakukan agar Bulog bisa menjalankan program operasi pasar (OP) untuk target swasembada pangan yang selalu dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
"Saya setuju, kalau kita bicara program Presiden Prabowo, swasembada pangan, tidak mungkin tidak ada sebuah badan yang bisa operasi pasar," ujar Erick saat ditemui di Jakarta, Kamis (7/11/2024) lalu.
Erick mengatakan Bulog membutuhkan Rp26 triliun untuk operasi pasar. Namun, operasi tersebut berpotensi menimbulkan kerugian anggaran negara sebesar Rp5 triliun hingga Rp6 triliun/tahun.
Sekadar catatan, operasi pasar dilakukan di mana Bulog menyerap beras dari petani dengan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) ke pasar.
"Selama ini kan operasi pasar itu ditopang oleh pinjaman Himbara hampir Rp30 triliun. Nah, kalau pinjam Himbara, ada bunganya. Kalau negara hadir, beda, itu keberpihakan negara untuk rakyat, sesuai dengan visi Bapak Prabowo, swasembada pangan secepatnya," ujar Erick.
(ain)