Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta Kalangan pengusaha minyak dan gas bumi (migas) menilai Simon Aloysius Mantiri, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang baru ditunjuk, dan pemerintah harus mengambil sikap tegas untuk memutuskan kontrak proyek strategis nasional (PSN) Gras Root Refinery (GRR) atau Kilang Tuban yang berlokasi di Jawa Timur, di tengah ketidakpastian investasi dari Rosneft Singapore Pte Ltd.

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan sikap tegas itu bisa dimulai dengan menetapkan tenggat untuk menunggu kepastian investasi dari Rusia di tengah perang dengan Ukraina.

Dengan demikian, Pertamina dan pemerintah bisa memutuskan untuk mengambil alih proyek Kilang Tuban tersebut dan mencari investor baru dengan skema yang menarik bila kepastian dari Rusia tidak segera didapatkan pada tenggat yang ditetapkan.

"Mungkin [diputuskan tenggat] harus tahun ini, [lalu] tahun depan harus putuskan kalau tidak ada kejelasan. [Pertamina dan pemerintah] putuskan ambil alih proyeknya, kita tawarkan lagi ke investor yang lebih berminat dengan skema yang berbeda. Misalnya di sana ada pabrik petrokimia, mungkin bisa digabungkan juga dan itu akan jauh lebih menarik," ujar Moshe kepada Bloomberg Technoz, Selasa (5/11/2024). 

Grass root refinery (GRR) Tuban./dok. PT Pertamina Rosneft

Bila Pertamina dan pemerintah tidak mengambil sikap tegas dalam proyek tersebut, kata Moshe, maka investor lain yang berminat untuk menggarap proyek tersebut tentu bakal enggan untuk masuk karena masih menunggu kejelasan status dari Rusia.

Buat Badan Baru

Selanjutnya, Pertamina bisa membuat anak usaha baru untuk menggarap proyek tersebut bila pada akhirnya memutuskan untuk mengambil alih dan mencari investor baru.

Sekadar catatan, PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP) didirikan pada November 2017 sebagai anak usaha PT Kilang Pertamina Internaisonal untuk mengeola pembangunan Kilang Tuban bersama Rosneft Singapore Pte Ltd.

"PT sebelumnya masih [pakai] nama Rosneft. Nah mau ada nanti kompensasi, karena Rosneft sudah keluar uang dalam bisnis ini, tidak tahu berapa ya, itu mau ada kompensasi kayak gimana ya monggo lah," ujarnya.

Jangan Memaksakan

Lebih lanjut, Moshe meminta Pertamina dan pemerintah untuk tidak terlalu memaksakan dan berharap pada Rusia, yang ujung-ujungnya akan berimplikasi pada penundaan proyek di tengah permintaan bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat setiap tahunnya.

Terlebih, Moshe menilai Rosneft dan Rusia saat ini memiliki prioritas untuk fokus dalam kejadian perang dengan Ukraina.

"Jangan Rusianya tidak jawab, kita tidak tegas karena seolah-olah masih berharap. Terus terang saja, ini sudah beberapa tahun mangkrak kayak gini, apalagi sekarang sedang perang Ukraina. Kita tahu prioritas Rusia dan Rosneft di mana," ujarnya. 

Menurut Moshe, proyek Kilang Tuban harus segera dijalankan di tengah permintaan BBM yang meningkat untuk mengurangi nilai impor dan menciptakan efek penggada dalam negeri yang besar, seperti dari sisi penyerapan tenaga kerja, investasi, pajak dan sebagainya.

"Jadi ini harus dipikirkan dan harus ditetapkan buat ultimatum deadline. Akhir tahun ini tidak ada kabar ya sudah, tahun depan kita putuskan kontraknya," ujarnya.

Seorang pekerja mengenakan jaket keselamatan bermerek saat bekerja di anjungan pengeboran yang dioperasikan oleh Rosneft PJSC/Bloomberg-Andrey Rudakov

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia belum lama ini angkat bicara ihwal kepastian investasi Rosneft di Kilang Tuban, yang terkatung-katung sebagai imbas dari sanksi Barat terhadap perusahaan-perusahaan migas Rusia.  

Bahlil menyebut, saat masih menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada era pemerintahan sebelumnya, dia hanya menangani proyek itu dari sisi pembebasan lahan, insentif, dan perizinan.

Bahlil tidak menampik saat itu dia juga tidak bisa menyelesaikan beberapa kendala secara detail karena berada di luar kewenangannya.

“Secara teknisnya apa persoalannya saya belum mendalami, tetapi kalau katakanlah kepercayaan itu dan amanat itu tetap masih diberikan kepada kami untuk melaksanakan, maka kami pasti akan detailkan apa persoalan,” ujarnya, ditemui di kantornya, medio bulan lalu.

Pada kesempatan yang sama, Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menegaskan keputusan investasi akhir atau final investment decision (FID) PSN di Jawa Timur tersebut ditargetkan tuntas pada November tahun ini.

Dia mengonformasi informasi tersebut diterimanya langsung dari PT Pertamina (Persero) sekitar dua hari yang lalu.

“[FID] ditargetkan selesai November 2024, ini berdasarkan laporan Pertamina dua hari yang lalu,” ujar Dadan.

Dalam proyek itu, KPI pada awalnya direncanakan bakal bekerja sama dengan perusahaan asal Rusia, Rosneft Singapore Pte Ltd.

Namun, hingga kini Rosneft tidak kunjung memberi kepastian FID lantaran adanya sanksi dari negara-negara Barat imbas invasi Negeri Beruang Merah itu terhadap Ukraina sejak awal 2022; yang menyasar pada akses pendanaan, teknologi hingga jasa konstruksi kilang.

Mengutip laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek Kilang Tuban dirancang untuk produksi minyak hingga 300.000 barel/hari dan menelan nilai investasi Rp238,25 triliun, dengan Pertamina selaku penanggung jawab.

(dov/wdh)

No more pages