Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Indonesia kembali mengalami deflasi pada September. Deflasi sudah terjadi selama 5 bulan terakhir.

Apakah deflasi menjadi sinyal penurunan daya beli rakyat? Atau akibat pasokan barang dan jasa yang memadai sehingga harga bergerak turun?

Badan Pusat Statistik (BPS) menerangkan, deflasi sepertinya dipengaruhi oleh sisi penawaran. Artinya, pasokan yang memadai membuat harga turun.

"Andil deflasi utamanya disumbang penurunan harga pangan, seperti produk tnaman pangan, hortikultura terutama yang berkaitan dengan cabai merah dan tomat. Juga produk peternakan daging ayam ras, yang sebelumnya hargnaya meningkat sekarang kembali stabil," papar Amalia Adininggar Widyaasanti, Plt Kepala BPS, dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Deflasi, lanjut Amalia, sering terjadi saat masa panen. Pasokan yang melimpah membuat harga di tingkat konsumen untuk turun.

"Penurunan harga ini dipengaruhi mekanisme pembentukan harga di pasar, terutama dari sisi penawaran. Sehingga harga yang diterima konsumen relatif turun karena limpahan pasokan karena panen ataupun turunnya ongkos produksi," tegas Amalia.

Bagaimana dengan gejala penurnan daya beli rakyat? Apakah BPS juga merekam hal tersebut?

"Untuk mengambil kesimpulan ada indikasi daya beli masyarakat menurun harus ada studi lebih lanjut. Sebab, penurunan daya beli tidak bisa hanya dimonitor atau diambil kesimpulan hanya dengan angka inflasi," ucap Amalia.

Sebelumnya, Amalia melaporkan terjadi deflasi 0,12% pada September dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).

"Deflasi lebih dalam dari Agustus dan menjadi deflasi kelima pada 2024 secara bulanan," kata Amalia.

Ini membuat deflasi sudah terjadi selama 5 bulan berturut-turut. Catatan ini mendekati rekor terpanjang yaitu 7 bulan tanpa putus pada 1999, kala Indonesia masih dibekap krisis ekonomi-sosial-politik.

(aji)

No more pages