Logo Bloomberg Technoz

Perebutan Likuiditas BI vs Pemerintah, Bunga SRBI Terbang ke 7,5%

Ruisa Khoiriyah
09 May 2024 16:35

Menteri Keuangan Sri Mulyani berswafoto dengan Gubernur BI Periode 2023-2028 Perry Warjiyo (Dok: Instagram)
Menteri Keuangan Sri Mulyani berswafoto dengan Gubernur BI Periode 2023-2028 Perry Warjiyo (Dok: Instagram)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Persaingan menarik dana para investor terlihat semakin tajam antara Bank Indonesia dengan Kementerian Keuangan di tengah mulai masuknya lagi modal asing ke pasar domestik pasca keputusan kenaikan BI rate menjadi 6,25% akhir April lalu.

Bank Indonesia, selaku otoritas moneter, terlihat semakin gencar menarik dana dengan memberikan imbal hasil semakin tinggi. Dalam lelang terakhir Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang digelar Rabu kemarin (8/5/2024), bank sentral menetapkan imbal hasil rata-rata dimenangkan untuk SRBI tenor 12 bulan hingga sebesar 7,53%. Sedangkan SRBI tenor 9 bulan ditetapkan di 7,4% dan tenor 6 bulan 7,31%.

Level imbal hasil sekuritas tenor pendek itu menjadi yang tertinggi sejak SRBI, instrumen penarik hot money atau dana asing jangka pendek, diperkenalkan pada September tahun lalu. Dalam lelang kemarin, BI menyerap permintaan sebanyak Rp22,48 triliun didominasi oleh tenor 12 bulan, sehingga total penarikan likuiditas melalui SRBI mencapai Rp79,55 triliun sejak keputusan kenaikan BI rate bulan lalu. 

Agresivitas BI menarik dana investor dengan mengiming-imingi bunga jauh lebih tinggi di atas bunga acuan BI rate, dan melampaui level imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor terpendek, memicu kekhawatiran akan semakin besarnya derajat keketatan likuiditas yang harus dihadapi oleh pemerintah dan perbankan.

Dalam lelang Surat Utang Negara terakhir pada 30 April, investor meminta yield tinggi untuk obligasi pemerintah tenor 12 bulan (seri SPN) hingga 7,15%. Pemerintah akhirnya memenangkan di 6,82%, jauh lebih tinggi dibanding rate dimenangkan sebelum bunga acuan naik dalam lelang akhir Maret di level 6,48%.