Bloomberg Technoz, Jakarta - Awan gelap masih akan membayangi pergerakan rupiah dalam perdagangan hari ini, Kamis (18/4/2024) yang menyulitkannya berbalik meninggalkan zona 'berbahaya' di kisaran Rp16.000/US$.
Namun, tekanan pada rupiah dalam perdagangan hari ini mungkin akan lebih terbatas dengan indeks dolar Amerika Serikat (AS) mulai terkoreksi turun sedikit. Selain itu, tekanan pada rupiah mungkin mulai terbatas dengan para pemodal asing terlihat mulai kembali masuk ke pasar Indonesia memanfaatkan kejatuhan harga aset-aset rupiah, terutama ke pasar surat utang.
Di pasar offshore, kontrak forward (NDF) rupiah 1 bulan ditutup sedikit menguat pada penutupan pasar di New York tadi malam ke kisaran Rp16.236/US$ dan pagi ini masih stabil di kisaran yang sama. Indeks dolar AS, yang mengukur nilai dolar Amerika dibanding enam mata uang utama dunia, sedikit terkikis ke 105,9.
Secara teknikal, rupiah masih rentan melemah akan tetapi dalam kisaran terbatas di mana level koreksi terdekat adalah menuju Rp16.240/US$ dan target pelemahan selanjutnya tertahan di Rp16.280/US$. Bila level tersebut jebol, rupiah bisa semakin tak terbendung runtuh ke Rp16.300-Rp16.350/US$.
Sebaliknya, apabila rupiah mampu menahan tekanan dan berbalik menguat, mata uang Indonesia bisa bergerak ke kisaran Rp16.150/US$ dan selanjutnya ke Rp16.100/US$. Dalam jangka menengah, rupiah masih menyimpan potensi penguatan optimistis kembali ke kisaran Rp15.950/US$.

Para pemodal global masih dibayangi kekhawatiran akan ketegangan di Timur Tengah antara Iran berhadapan dengan Israel ketika kepusingan para investor terhadap potensi penurunan bunga acuan AS, Fed fund rate, masih membebani.
Tadi malam, reli harga di pasar Treasury, surat utang AS, sedikit mengurangi tekanan dengan yield UST 2Y kembali di bawah 5% dan 10Y saat ini ada di 4,5%. Sedangkan indeks saham di Wall Street masih tertekan terutama saham-saham teknologi dengan indeks Nasdaq ditutup turun 1,15%.
Gubernur The Fed Bank of Cleveland Loretta Mester memberi pernyataan yang seolah memberi sinyal agar para pelaku pasar bersiap bila tahun ini pemangkasan bunga The Fed mungkin tidak seperti harapan.
Mester bilang, bank sentral tidak terburu-buru menurunkan bunga acuan karena para pengambil kebijakan masih berharap inflasi melandai lebih lanjut yang bisa meyakinkan bahwa pelonggaran moneter sudah bisa dilakukan.
Pasar kini memperkirakan The Fed mungkin hanya memangkas bunga acuan sebanyak dua kali tahun ini dan mundur dari Juni menjadi September nanti.
Asing mulai masuk
Sentimen eksternal yang tidak berpihak ditambah kondisi fundamental rupiah yang memang rapuh membuat mata uang Indonesia ini segera ditinggalkan begitu pasar modal dibuka pasca libur panjang Lebaran 2024.
Sebelum libur Idulfitri dimulai saja, pemodal asing sudah mencatat aksi jual tanpa henti selama sepekan penuh sehingga kepemilikan asing di Surat Berharga Negara tinggal Rp807,2 triliun per 5 April. Data terbaru untuk pekan ini belum dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan RI.
Melihat tekanan luar biasa di pasar surat utang sejak pasar dibuka Selasa lalu, bisa dipastikan pemodal asing terus melepas obligasi rupiah. Yield INDOGB 10Y kini di 6,91%. Bahkan yield INDOGB 2Y kemarin melompat 12,5 bps ke 6,58% menyiratkan tekanan bagi Bank Indonesia untuk menaikan bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur pekan depan. Sedang di pasar saham, asing menjual saham sedikitnya sebesar Rp2,8 triliun dalam dua hari perdagangan terakhir, menurut data Bloomberg.
Namun, setelah tertekan tajam dan harga obligasi jatuh, sepertinya para pengelola dana global mulai kembali masuk, menurut informasi yang dilansir pedagang di pasar SBN seperti dikutip Bloomberg News. "Ada permintaan masuk untuk INDOGB terutama tenor 5Y dan 10Y," kata trader yang menolak diidentifikasi itu.
Pada penutupan perdagangan kemarin, semua tenor memang masih tertekan namun hanya 5Y dan 10Y yang ditutup tak bergerak di mana INDOGB 5Y yieldnya di 6,86%. Sedangkan selain tenor 2Y, tenor 7Y juga tertekan hebat dengan kenaikan yield hingga 15,3 bps.
(rui)