Logo Bloomberg Technoz


Untuk pesanan di Airbus sendiri, lanjut Gerry, jet A320neo yang menggunakan mesin Pratt and Whitney sedang dalam tahap pemulihan dari krisis kualitas mesin dan suku cadang mesin, yang akan memuncak tahun ini.

Sementara itu, pesawat Airbus tipe A320neo yang menggunakan mesin CFM Leap dinilai tidak ada masalah.

“Akibat dari ongoing crisis kecil-kecil yang terjadi pada Boeing Max dan juga A320neo dengan mesin Pratt & Whitney, maskapai Indonesia pun kesusahan mencari pesawat bekas dengan harga yang wajar,” kata Gerry.

Mau tidak mau, lanjutnya, maskapai Indonesia harus terus berburu pesawat di pasar pesawat bekas dan berharap tidak ada yang lebih cepat mengambil atau menawarkan harga yang lebih tinggi untuk pesawat yang mereka inginkan.

“Namun, kabar bagusnya, pasar pesawat bekas akan pulih pada 2025,” ujar Gerry.

Mengutip laman resminya, pada 2000 setelah didirikan, Lion Air mengudara dengan hanya dua pesawat Boeing 737-200. Saat ini, perseroan memiliki 118 unit —termasuk Boeing 737-900ER, 737-800, 737 MAX 8, dan Airbus A330-300 — untuk memenuhi permintaan penumpang.

Sementara itu, menurut laman resmi Garuda, maskapai pembawa bendera nasional tersebut saat ini memiliki total 69 pesawat yang terdiri dari Boeing 777-300ER, 737-800NG, Airbus A330-200, A330-300, dan A330-900neo. Per 30 September 2023, rerata usia armada GIAA adalah 11,6 tahun.

“Jenis pesawat yang dipakai akan distandardisasi yaitu jenis Boeing B737-800NG untuk rute jarak pendek dan regional, Airbus A330-200/300/900neo untuk rute jarak menengah dan Boeing B777-300ER untuk rute jarak jauh,” papar maskapai pelat merah tersebut.

Ilustrasi Garuda Indonesia dan Citilink. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Jet Alternatif

Dihubungi terpisah, pakar penerbangan Gatot Rahardjo menilai maskapai di Indonesia dapat menggunakan pesawat jet Embraer atau Comac sebagai alternatif, jika masalah gangguan produksi di Boeing dan Airbus terus berkelanjutan.

“Namun, memang [kapasitas produksinya] tidak sebesar Boeing dan Airbus. Misalnya, Embraer dari Brasil atau Comac dari China,” ujarnya saat dihubungi, akhir pekan.

Embraer SA merupakan korporasi kedirgantaraan multinasional asal Brasil, yang merancang, memproduksi, dan menjual pesawat komersial, militer, eksekutif, dan pertanian, serta menyediakan layanan penyewaan dan dukungan penerbangan. Embraer juga merupakan produsen pesawat sipil terbesar ketiga setelah Boeing dan Airbus.

Adapun, Commercial Aircraft Corporation of China Ltd (Comac) adalah produsen pesawat udara milik negara China yang didirikan pada 11 Mei 2008 di Shanghai. Kantor pusatnya berada di Pudong, Shanghai.

“Sebenarnya untuk sewa pesawat dan beli suku cadang itu masih ada [pemasoknya], tetapi sekarang sistemnya harus bayar di muka. Istilahnya ‘ada uang ada barang’. Harganya mahal, tetapi kalau memang mau beli, maskapai nasional harus bisa menyediakan uangnya dahulu,” jelas Gatot.

Untuk itu, dia menilai pemerintah harus bisa memberikan solusi alternatif bagi maskapai nasional di tengah isu kesulitan mencari pasok pesawat dari Boeing dan Airbus.

Misalnya, kata Gatot, melalui skema lembaga pembiayaan dalam negeri untuk membantu maskapai membeli suku cadang atau menyewa pesawat.

“Mungkin alternatifnya bisa dibantu pemerintah melalui skema lembaga pembiayaan dalam negeri untuk membantu para maskapai membeli spareparts atau menyewa pesawat,” ujarnya.

Pakar penerbangan lainnya, Alvin Lie, juga menilai pesawat yang mengalami gangguan pasok dari Boeing dan Airbus saat ini adalah jenis jet lorong tunggal keluarga A320 dan 737. Adapun, tipe pesawat lorong ganda tidak terdampak.

“Solusinya tetap gunakan pesawat yang ada hingga mendapatkan giliran pesawat baru, atau gunakan pesawat alternatif Embraer 195-E2 yang kapasitasnya lebih kecil daripada B737 & A320. Atau bisa juga menggunakan Comac C-919, [tetapi pesawat Comac] belum siap untuk melayani pasar di luar China,” kata Alvin. 

Pesawat terbang Boeing terparkir di fasilitas Boeing di Everett, Washington, AS, Rabu (1/2/2023). (Chona Kasinger/Bloomberg)


Krisis kepercayaan terhadap Boeing —yang berawal dari insiden pintu Alaska Air — kian meluas di industri maskapai penerbangan dunia yang menjadi pelanggan pesawat jet dari pabrikan AS tersebut.

Isu tersebut turut berdampak pada penuhnya pesanan pesawat pada Airbus, lantaran banyak maskapai besar di dunia yang mengalihkan permintaan pesawat baru pada pabrikan asal Prancis tersebut. 

-- Dengan asistensi Pramesti Regita Cindy

(wdh)

No more pages