Logo Bloomberg Technoz

Hak angket berawal dari usulan capres nomor urut 03, Ganjar Pranowo yang mendorong pemeriksaan terhadap pelaksanaan Pemilu 2024. Hal ini merujuk pada sejumlah dugaan pelanggaran, termasuk keterlibatan pemerintah dalam kontestasi politik tersebut.

Usulan ini kemudian mendapat respon dari paslon 01 yang juga mengklaim punya bukti sejumlah pelanggaran terstruktur sistematis dan masif pada Pilpres 2024. Parpol dan tim dari dua paslon ini bepotensi bekerja sama untuk mengusung hak angket.

Sedangkan kelompok yang menolak hak angket adalah partai politik pendukung paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Paslon yang dituduh mendapat bantuan pemerintah ini meraih 56-69% suara nasional berdasarkan real count KPU sementara.

Partai Nasdem pun mengklaim tak akan mengambil sikap soal hak angket hingga rekapitulasi akhir Pemilu 2024. 

Jokowi dan Surya Paloh (Instagram/suryapaloh.id)

Ketua DPP Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto mengklaim fraksi lain dapat memulai usulan hak angket tanpa perlu keberadaan partai tersebut. Sesuai UU MD3, hak angket bisa dimulai jika sudah diajukan minimal 25 anggota DPR yang berasal lebih dari satu fraksi.

"Setelah 20 Maret 2024, kita menghormati penghitungan KPU. Ini penyelanggara pemilu," kata Sugeng.

Sebelumnya, Partai Nasdem mengklaim solid dengan PKB dan PKS untuk mengajukan hak angket pemeriksaan Pemilu 2024. Akan tetapi, belakangan partai besutan Surya Paloh ini mengklaim butuh kepastian sikap PDIP sebagai pemilik suara terbanyak di DPR.

Hal ini terjadi tak jauh dari pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kita akan usul pasca 21 Maret nanti. NasDem akan pro-aktif," kata Sugeng. "Apakah menunggu sikap PDIP? Tidak."

(mfd/frg)

No more pages